Uniknya menjadi
guru sekarang ini. Sesuai tuntutan azas pembelajaran, guru berperan hanya
sebagai fasilitator saja. Pusat belajar pada peserta didik. Guru harus
menyiapkan administrasi seabrek.
Mulai dari prota, promes, silabus, RPP, menyusun dan menerapkan metode mengajar yang kontekstual, PAIKEM (Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan) dengan berbagai strategi yang tepat. Melakukan evaluasi, menganalisis hasil belajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan, dan program tindak lanjut. Tidak kalah penting, unsur mendidik tetap harus dominan dari sekedar transfer ilmu (mengajar). Bukankah sekarang ini lagi digembor-gemborkan lagi pendidikan karakter. Ketika diisukan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional kita gagal, system pendidikan ditata kembali dengan penekanan unsur budi pekerti. Baik itu diintegrasikankan pada setiap mata pelajaran maupun disisipkan pada program pengembangan diri atau ekstrakurikuler. Intiya : Guru harus bisa jadi figur yang bisa ‘digugu dan ditiru’, sabar dan bijaksana. Tidak mudah marah, banyak senyum dan tidak membedakan kondisi siswa baik secara fisik/lahir maupun batin. Unsur gender harus terus dipertimbangkan saat berlangsungnya pembelajaran. Sisi lain yang tidak boleh ketinggalan, bahwa guru hendaknya menggunakan media dalam mengajar. Entah itu media bentuk manual atau pun digital. Jamannya sudah maju, teknologi mutakhir, informasi terkini, dan komunikasi tercepat. Yah, internet seolah menjadi teman belajar baik bagi guru lebih-lebih peserta didik. Materi dan soal-soal di-posting di blog. Siswa mengirim tugas melalui email guru masing-masing. Informasi tetang seluk-beluk sekolah tersedia di web sekolah. Pokoknya iklim keterbukaan harus lebih diprioritaskan sebagai wujud pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik.
Mulai dari prota, promes, silabus, RPP, menyusun dan menerapkan metode mengajar yang kontekstual, PAIKEM (Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan) dengan berbagai strategi yang tepat. Melakukan evaluasi, menganalisis hasil belajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan, dan program tindak lanjut. Tidak kalah penting, unsur mendidik tetap harus dominan dari sekedar transfer ilmu (mengajar). Bukankah sekarang ini lagi digembor-gemborkan lagi pendidikan karakter. Ketika diisukan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional kita gagal, system pendidikan ditata kembali dengan penekanan unsur budi pekerti. Baik itu diintegrasikankan pada setiap mata pelajaran maupun disisipkan pada program pengembangan diri atau ekstrakurikuler. Intiya : Guru harus bisa jadi figur yang bisa ‘digugu dan ditiru’, sabar dan bijaksana. Tidak mudah marah, banyak senyum dan tidak membedakan kondisi siswa baik secara fisik/lahir maupun batin. Unsur gender harus terus dipertimbangkan saat berlangsungnya pembelajaran. Sisi lain yang tidak boleh ketinggalan, bahwa guru hendaknya menggunakan media dalam mengajar. Entah itu media bentuk manual atau pun digital. Jamannya sudah maju, teknologi mutakhir, informasi terkini, dan komunikasi tercepat. Yah, internet seolah menjadi teman belajar baik bagi guru lebih-lebih peserta didik. Materi dan soal-soal di-posting di blog. Siswa mengirim tugas melalui email guru masing-masing. Informasi tetang seluk-beluk sekolah tersedia di web sekolah. Pokoknya iklim keterbukaan harus lebih diprioritaskan sebagai wujud pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik.
Repotnya, sekarang
ini nilai-nilai budi pekerti peserta didik menurun. Kurangnya penghormatan
terhadap guru terasa baik saat mengikuti pelajaran maupun di luar jam
pembelajaran. Walau saat guru akan menanamkan budi pekerti peserta didik agar menghormati
guru, peserta didik kurang menghiraukan.
Siswa cenderung mengabaikan penjelasan guru. Ramai sendiri alias ngobrol yang
tak jelas apa yang diobrolkan. Saat ditegur katanya gurunya galak. Saat guru
duduk terdiam, siswa tidak tahu kalau gurunya sedang tidak berkenan. Mereka
ramai dan semakin ramai. Konon siswa jenuh dengan materi yang disampaikan.
Bosan karena mengajarnya tidak menarik dan tidak lucu. Belum lagi siswa yang malas mengikuti
pelajaran, disuruh mengerjakan soal malah main-main saja. Diberi tugas rumah
(PR) tidak mengerjakan dengan berbagai alasan, yang banyak tugas kek, yang
capai banyak kegiatan kek, yang habis bepergian ke luar kota kek, sudah
dikerjakan tapi ketinggalan kek, atau
seribu alasan lainnya. Apalagi kalau tugas dikirim via email, alasan belum
mengerjakan tugas, sudah beda lagi. Yang sudah diketik tapi belum dikirimlah, yang
komputer rumah error-lah, yang sudah diketik lupa tidak di-save-lah, yang email
tidak bisa dibukalah, yang email tidak terkirimlah, yang inilah itulah. Hah,
belum lagi yang model copy paste, wah, gawat! Yang ini paling tidak kreatif dan
pasti ketahuan. Herannya lagi, saat guru membuatkan Blog untuk Tugas Siswa dan
siswa diberi password agar bisa mem-posting sendiri di blog, ada juga yang
memanfaatkan dengan tidak semestinya. Mudah-mudahan sih bukan siswa, tapi oknum
yang tidak bertanggungjawab. Yah, batallah akhirnya. Password diganti dan
kembali ke setting awal guru jadi adminnya.
Pokoknya harus
sabar dan bijaksana. Saat pembelajaran dengan menggunakan media blog, siswa
yang menggunakan Lap Top juga harus dipantau secara ketat. Eh, siapa tahu
kelihatannya sedang memperhatikan materi di blog, ternyata asyik face book-an
atau main game. Ah, ada – ada saja. Tapi semua pengalaman pembelajaran itu bila
disikapi dengan bijaksana, siswa akan memahami. Jadi, walaupun ditegur atau
dimarahi, siswa akan menerima dan meminta maaf. Guru pun harus siap-sedia
ketika mengajar menggunakan IT (internet), baik itu mengirim tugas via email
atau memberi materi dan tugas via blog. Sangat perlu no HP guru diketahui siswa
agar yang masih kesulitan bisa kontak langsung, dan guru bisa membantu. Yah,
memang kadang merasa terganggu bila sms atau telpon waktunya tidak tepat. Tapi,
itulah bentuk pelayanan terbaik kepada siswa menurutku ketika kita sudah berani
memproklamirkan pembelajaran kita berbasis IT.
Hem.. rasa capai hilang seketika
saat siswa menulis di face book : Kalau ingat guru, aku seakan melihat Eko Hastuti atau
membaca komentar siswa : Bu Eko emang the best!!, bagus bu saya suka, jempolan , baguss…bu’…bagus..’,
baguss banget lhoo, bu….#hehehe…#jadi ikut kedinginan atau Bagus bu .. . Yah, walaupun yang
bilang bagus cuma lima siswa dari sekian ratus siswa, tapi….ah senangnya.
Ternyata jadi guru memang asyik juga. Banyak seninya he..he..
4 komentar:
Alhamdulillah bisa ketemu lagi sama Ibu Eko yang dulu mengajar saya bahasa jawa di SMP 1 meskipun hanya lewat blog. Saya alumni SMP 1 tahun 1999-2002.
Mudah-mudahan kebahagiaan dan kesehatan selalu tercurah untuk Ibu Eko.
Salam
Amin. Makasih ya atas doanya! Alhamdulillah saya selalu diberi kesehatan, perlindungan dan kebahagiaan oleh Alloh SWT. Wah, saya senang sekali bisa ketemu lagi dengan mantan murid. Jadi malu nih, dulu saya galak ngga ya? Maaf ya, sekarang posisi di mana? Gimana kabarnya? Makasih lho dah mampir di blog saya. Salam...
Hehe. Kalau galak-galak dikit wajar bu. Kadangkala murid mengingat gurunya bukan dari pelajarannya, tapi ketika mengingat galaknya, lucunya,motivasinya atau disiplin gurunya hehe
Menurut saya Ibu Eko malah kurang galak hehehe
Alhamdulillah baik ibu. Sekarang kerja di Jakarta. Alhamdulillah lumayan suka dunia tulis menulis juga sehingga bisa sampai ke blog ibu ini :)
Alhamdulillah kalau kesannya tentang saya, bagus. Jadi guru memang sering repot. Mau disiplin dan tegas dikatakan galak. Mau santai, sabar dan pemaaf sok membuat murid berubah sikap 'kurang menghargai' guru, dsbnya. Tapi kalau mau berada ditengah-tengah, susah juga. Jadi guru yang disiplin tapi tidak galak, sabar tapi dihormati, dan santai/ lucu tapi disegani.
Wah, blogmu bagus banget lho! Gurunya saja kalah, dengan karya-karya inovatif-mu. Deskripsinya hidup, kosa katanya variatif, dan isinya dalam, juga foto-fotonya bagus. Yang di pantai itu lho. Warna senjanya sungguh menawan. Karang, ombak, pasir, angin, nyiur melambai, langit jingga, dan cakrawala...kontras sekali. Pokoknya bagus banget, nulisnya juga cair kayak air mengalir saja. Siip!
Posting Komentar