RESENSI BUKU
: Hidup Itu Lucu
|
|
Penulis
|
: Michael J. Fox
|
Penerbit
|
: Kaifa
|
Kota Terbit
|
: Bandung
|
Tahun Terbit
|
: 2011
|
Tebal Buku
|
: 131 hal
|
Ketika banyak orang berpendapat
bahwa hidup itu, sulit, unik, penuh misteri, indah, bahkan kejam, Michael berbeda
pendapat. Yah, hidup menurutnya itu lucu. Nah, lucunya seperti apa, mari kita
cermati kisah hidup penulis buku ini yang seorang aktor, penulis, Komedian,
produser dan aktivis. Michael yang tidak tamat SMA ini, menerima gelar
kehormatan dari sejumlah universitas. Sebagai penulis buku, Michael
menginspirasi pembacanya untuk bekerja keras, meraih apa pun yang bisa diraih,
dan memaksimalkan kemampuan. Ciri khas Michael adalah optimistis, hangat, dan
penuh humor.
“Hidup ini seperti berkendara.
Pasang sabuk pengaman, berpegangan dan buka terus matamu!” pernyataan penulis
pada bagian pembuka buku ini. Michael juga mengilustrasikan sebuah benda berupa
toples besar yang bening dan kosong. Toples itu lalu diisi bebatuan sebesar
bola golf hingga penuh. Saat ditanyakan ke mahasiswa, siapa yang menganggap
toples ini penuh, seluruh ruangan mengiyakan. Lalu Sang Dosen mengisi toples
tersebut dengan pasir hingga penuh, lalu bertanya, “Siapa yang mengganggap
toples ini sudah penuh?” Kembali seluruh mahasiswa mengangkat tangan tanda
setuju. Terakhir, dosen mengisi toples dengan cairan dua kaleng minuman bersoda
sampai habis. Lalu bilang, “Sekarang baru penuh”. Lanjutnya, “Stoples ini
menggambarkan kehidupan kalian…keluarga, pekerjaan, karier, minat, dan hal-hal
sepele (kecil) tapi mungkin penting, yang perlu diperhatikan”.
Michael mengisahkan kalau
pendidikannya di SMA Jungkir Balik dan Universitas Alam Raya, jadi tidak ada
ujian dan wisuda. Tapi, pengalaman hidupnya sejak kecil, tidak lulus SMA,
menjadi aktor ke Hollywood dan Los Angeles, mendapat gelar kehormatan dari
beberapa universitas, sukses hidup (istri cantik dan cerdas, kaya raya, kemudian
menderita penyakit parkinson’s, lalu menyembunyikan diri dari realita hidup, dan
akhirnya pasrah menerima realita), menjadi pengalaman berharga bagi orang lain.
Beberapa saran yang dipesankan kepada para pembaca : 1) Jangan terlalu sering
membayangkan skenario tentang kemungkinan buruk; 2) Jarang sekali kejadiannya
berlangsung seperti yang kau bayangkan, dan bahkan jika kebetulan hal itu
benar-benar terjadi, berarti kau akan mengalaminya dua kali; 3) Ketika segala
sesuatu benar-benar memburuk, jangan lari, jangan sembunyi; 4) Bertahanlah, dan
beranilah menghadapi setiap bagian dari ketakutanmu dan 4) Cobalah tenang.
Nasehat lain yang bisa dipetik,
antara lain : 1) Hei, kalau kau mau jadi
penebang kayu, kau harus pergi ke hutan; 2) Di mana kau berpijak, di
situlah kau berada (maksudnya : Ke mana pun kita pergi, kita harus menyesuaikan
dengan lingkungan baru tersebut. Bukan mereka yang akan menyesuaikan diri
dengan kita) ; 3) siap dengan yang terburuk; 4) Kalau satu kakimu ada pada masa
lalu dan satu kaki yang lainnya pada masa depan, berarti kau mengabaikan hari
ini sama sekali; 5) pendidikan seseorang itu tidak pernah selesai, dan 6) Hidup
itu belajar.
Membaca hingga kalimat terakhir
buku ini tidak ada pernyataan yang berbunyi, Hidup Itu Lucu. Namun, kita
bisa menangkap maksud dari aktor professional yang menjadi bintang utama film
sitcom, Leo and Me dan memerankan tokoh Alex P. Keaton dalam serial NBC’s yang
sangat populer, Family Ties (1982-89) ini bahwa hidup itu unik dan dramatis.
Jadi istilah lucu dalam konteks ini bukannya lucunya seorang komedian yang
membuat ketawa orang atau mengocok perut karena geli dengan ulah atau kata-kata
yang kocak. Walaupun tidak diungkapkan secara transparan, sangat cukup jelas
bahwa pemeran Marty McFly dalam trilogy box-of-fice, “Back to the Future”
tentang perjalanan menembus waktu dan menghantarkannya sebagai bintang
internasional ini ingin menyadarkan pembaca kalau hidup itu belajar. Jadi,
dalam kondisi apa pun, kita harus terus belajar dari pengalaman : kegagalan,
kesedihan, kesulitan, kesuksesan, kebahagiaan, dan lebih-lebih dari kesakitan
(penyakit). Berbagai penghargaan, prestasi dan kesuksesan besar yang telah
diraihnya, tidak membuat suami Tracy Pollan ini menjadi sombong. Buktinya,
beberapa bukunya yang menjadi bestseller New York Times dan nasional,
berhasil menginspirasi pembacanya untuk bekerja keras dan optimis. (Oleh :
Eko Hastuti, Ketua Rumah Belajar Srikandi, Wonosobo, Jateng pada pertemuan KSM
Srikandi tanggal 17 Februari 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar