Rabu, 26 Juli 2023

Kepada Hujan

Padamu kutitipkan doa

untuk saudaraku yang hanyut

oleh derasmu di jalan raya

ruangmu melaju menuju muara

 

“lembah telah berbuah villa-villa mewah

sawah menjelma rumah-rumah”, katamu

“ke mana aku sembunyi

ketika pohon-pohon raib, akar-akar mengering

sementara tebing berguguran”, tanyamu

“tak ada ruang bagiku

untuk sejenak berlabuh, melepaskan lelah

perjalanan, hingga semua yang ada,

kuterjang”, keluhmu

 

Tak ada jawaban, kecuali air mata mengucur

bersama derasnya hujan

 

Wonosobo, Oktober 2022

 

Sajak Hujan

Rintik hujan seharian

menggelitik kerinduan merajut kata

menabur majas, mengikat rima

menggores ingatan yang tersisa

 

hujan kadang menjadi cara

untuk membangunkan kenangan

yang lebih basah dari hujan

lalu menggenang memenuhi ruang

rindu

 

tapi ketika bayang silam

bergelantungan di dinding waktu

pekat hujan mengungkung rindu

maka doa terbaik

adalah segeralah terang

berharap ada pelangi di langit biru

tempat menyemai mimpi baru

 

Wonosobo, Oktober 2022

Kepada Musim

Adakah yang salah dengan musim

ketika hujan kesedihan terus mengguyur

membasahi ruang-ruang jamuan

sudut-sudut kehidupan

 

pesta bola yang digelar

mendadak hingar bingar

asap membubung menyesakkan dada

gas air mata jadi perenggut nyawa

rintihan dan tangisan menggema di langit dunia

hingga rasa kehilangan itu

jadi kerinduan panjang tak berujung

 

Ada apa dengan musim

peristiwa demi peristiwa duka tersiar

pada layar kehidupan

meruak dan merebak pada ruang batin

sesiapa yang masih punya rasa

kemanusiaan yang kini tergadaikan

begitu mudahnya memerankan hak Tuhan

mengakhiri hidup seseorang

tanpa rasa peri kemanusiaan

 

segeralah musim berganti

meninggalkan bunga-bunga bermekaran

di atas batu-batu nisan

 

Wonosobo, Oktober 2022

Izinkan, Aku Tetap Berpuisi

 

Izinkan, kupunguti diksi yang bertebaran

di hamparan lembah, bentangan ngarai

antara tumpukan ilalang kering

pada dahan-dahan tua

yang lapuk dimakan waktu

meski jalan terjal berliku

di situlah anak ideku lahir

mematri pesona alam yang tak habis

kuukir sebagai prasasti

di lipatan musim nanti

 

Izinkan, kupetik frasa

yang bergelantungan di tebing-tebing kehidupan

yang semakin terjal dan curam

untuk kusangrai dalam bejana

sebagai jejak langkahku yang teserak

kala mengeja tanda keagungan-Nya

jadi pengingat bahwa kitalah

yang menjadikannya terluka

 

Izinkan, kuracik larik-larik puisi

dari sengat matahari

lebatnya hujan

gelapnya malam

karena jari-jari matahari

adalah bara jiwaku

pekatnya hujan mengalunkan melodi

sedang bulan dan bintang

jadi lentera jalan kebenaran

 

Izinkan, kuberkelana ke ujung dunia

untuk kugoreskan barang setitik tinta

untuk menuang cinta

bukankah kanvas kehidupan ini

milik bersama?

 

Wonosobo,  Oktober 2022