Jumat, 21 Desember 2012

Bincang Budaya Bareng Garin Nugroho



Siapa sih yang tidak kenal dengan Garin Nugroho? Sutradara kenamaan Indonesia yang karyanya telah mendapat banyak penghargaan internasional. Baru-baru ini beberapa film yang disutradarainya tayang di Dieng Cinema, Wonosobo dalam tajuk Pekan Film Garin Nugroho. Film berjudul Soegija, Rindu Kami Padamu, Anak Seribu Pulau, dan  Under the Tree tayang berturut-turut mulai tanggal 18 s/d 21 Desember 2012 di Dieng Cinema mulai jam 16.00 WIB. Bahkan pada hari Jum,at, 21 Desember 2012 pengunjung  diberi kesempatan untuk berdialog secara langsung dengan Garin Nugroho. 
Yah, “Bincang-Bincang Budaya“ adalah tema dialog interaktif dengan sutradara yang filmnya menjadi alat ukur festival film ini.
Film Soegija ditayangkan ulang pada bagian awal sebagai bahan pancingan dialog budaya. Film yang masa syutingnya mencapai 28 hari dan bercerita tentang perjuangan Soegija melawan penjajah waktu Perang Pasifik 1940-1949 melalui artikel yang dikirimnya ke media asing ini benar-benar memberi pencerahan. Betapa perlunya kedewasaan berpikir dalam nuansa bangsa dengan multi budaya dan agama. 
Film tentang pahlawan nasional sekaligus uskup pribumi pertama di Indonesia, Mgr. Albertus Soegijapranata, ini tidak lagi dibuat sebagai karya sinematografi yang sulit dipahami namun dirancang agar akrab dengan remaja dan anak-anak usia SD. “Film ini ramah hiburan agar anak-anak dan remaja saat ini tahu bahwa Indonesia pernah punya pemimpin yang mengutamakan kemanusiaan. Bukan cuma menjadikan isu kemanusiaan sebagai wacana belaka, "Seperti yang terjadi pada pemimpin saat ini" kata Garin seperti dikutip pada http://www.tempo.co. Garin berharap Dieng Cinema bisa menjadi ruang publik bagi masyarakat Wonosobo dalam berbagai aktivitas yang mampu membangun peradaban baru yang lebih baik.
“ Buat terobosan untuk memaksimalkan Dieng Cinema dengan berbagai agenda, seperti untuk pertunjukkan apa saja, nonton bareng bola, kurus menggambar/menulis, menjadi ruang bersama, tempat shering antar komunitas, dan sebagainya” kata Garin bersemangat. “Caranya dengan membuat program tahunan bertepatan dengan libura sekolah, atau saat peringatan hari-hari besar” imbuh Garin. Intinya, ruang publik perlu diadakan ebagai upaya dialog antar komunitas. Berkumpul dan berdialog itu perlu karena, menurut Garin, “Kalau kita berkumpul, otak kita tidak akan tumpul. Kalau kita berbincang, kita tak akan picang. Kalau kita berbagi, hidup kita menjadi wigati (penting)”.
Dialog bersama Garin semakin hangat ketika ada lima orang penanya yang terketuk dengan paparan Garin tentang dunia perfilman, seni dan budaya, perlunya dialog antar  komunitas, pentingnya ruang publik. “Membentuk suatu komunitas masyarakat itu perlu strategi pendewasaan dan pencerahan” tegas Garin di akhir dialog sekitar jam 17.00 WIB. 
Sebelum melanjutkan agenda dialog di Alure Wonosobo dan Warung Coffepaste, Garin melayani wawancara dengan berbagai media seperti Taman Plaza, Wonosobo Ekspress, Radio Citra FM, Wartawan Yunior MI Sudagaran, dan lain-lain serta foto bersama beberapa anggota komunitas di wilayah Wonosobo. Dialog Budaya ini juga dimeriahkan dengan penampilan kesenian tradisional asli wonosobo “Koangan” dan salah satu band di Wonosobo.  (Eko Hastuti)

HORE, DAPAT PAKET SEMBAKO!



WONOSOBO - Judul tulisan ini sekedar bentuk luapan kegembiraan hati karena menerima paket sembako buku. Tidak terbayang sebelumnya, ada paket sembako buku sebanyak 20 judul dari Rumah Dunia, Serang, Banten, Jabar. Istilah sembako buku pun baru saja terdengar bahkan terasa asing di telingaku. Namun, nyata, benar-benar nyata pada hari Senin, 17 Desember 2012 lalu Perpustakaan Srikandi mendapat sembako buku tersebut. 

Eh. Ngomong-ngomong ternyata Rumah Dunia sedang ada program berbagi sembako di berbagai TBM di Indonesia. Hanya dengan membayar Rp. 175.000,- sebagai bantuan penyelenggaraan pertemuan dengan presiden TBM Indonesia, Gol A Gong, kami dapat sembako itu. Aku pun tak ketinggalan ikut mendapatkan sembako setelah membeli beberapa buku karya Gol A Gong terbitan Gramedia dan Gong Publising. Buku berjudul “Tiga Ombak” dan “TE-WE (TRAVEL WRITER) masing-masing dua eksemplar seharga Rp.90.000,- Aha, karena uangku Rp. 100.000,- tidak ada kembalinya, aku dapat satu judul lagi.
Baru dua buku yang selesai kubaca, “TE-WE” dan “ Curhat Habis Bu Guru Kita”. Hem..dua-duanya sangat inspiratif. Di samping sajiannya enak, mengalir, mudah dicerna, juga membakar adrenalin untuk menulis. TE-WE adalah buku yang mengupas tuntas cara mudah menulis catatan perjalanan sedang CHBGK berisi kisah perjuangan guru yang menyulap pengabdian jadi berkilau laksana intan walau sang suami terkena sakit jantung. “Buku ini mesti dibaca untuk menyadari betapa pentingnya peran istri bagi suami dan fungsi seorang ibu bagi anak-anaknya” kata Gol A Gong pada petikan pengantar buku tersebut.
Buku-buku lain yang berjudul : Negeri Cinta Batanghari, Senandung Rindu Natura, From Kontrakan With Love, Gilalova 3, Gadis Bukan Perawan, Tamasya ke Masjid, Rembulan di Tanah Melayu, Habis Gelap Terbitlah terang, Melihat Tanpa Mata, Read Aloud Magic, Gilalova, Segila-Gila Cinta, Membangun Peradaban, dan Membaca Banten Membaca Indonesia  sudah antri untuk dibaca. Anda tertarik untuk ikut membaca? Silakan berkunjung ke Perpustakaan Srikandi, silakan baca sepuasnya. Asal ngabari dulu kapan anda siap berburu baca buku-buku sembako dari Rumah Dunia, yang dipelopori oleh Gol A Gong.
Siapa sih Gol A Gong itu? Gol A Gong lebih senang disebut pengelana (traveler) karena sebutan itu terdengar maco. Gol A Gong pernah mengelilingi nusantara secara lifting (1986-1988) dan dikenal sebagai penulis novel petualangan “Balada Si Roy”. Pernah jadi wartawan HAI (1989), Warta Pramuka (1995), sebagai Creative di Indosiar (1995) dan RCTI (1996-2008). 
Bukunya Perjalanan Asia (1993) hasil perjalanannya di Asia (1990-1992) dan The Journey (2008) menjadi rujukan para petualang masa kini. Sudah 90 novel ditulisnya. Demikian sepenggal biodata Gol A Gong yang tertera di balik sampul belakan buku TE-WE. Luar Biasa, makasih Mas Gol A Gong buku sembakonya dan hadiah karena aku bertanya di acara bincang-bincang di Cofeepaste kemarin. Eh, aku juga memberi dua buku lho untuk Rumah Dunia. Guru Kehidupan karyaku dan Karya Sastra dan Jurnalistik karya anak-anak yang tergabung di ekskul Jurnalistik SMPN 1 Wonosobo. (Eko Hastuti)

Kamis, 20 Desember 2012

Perpustakaan Srikandi, Inspiratif!



WONOSOBO - “Inspiratif! Saya kagum dengan para ibu di sini yang giat mencerdaskan masyarakat! Semoga Srikandi semakin perkasa!” kesan Robin Hartanto saat berkunjung di Perpustakaan Srikandi, Kamis, 20 Desember 2012 bersama Warih Seto, staf dari Perpusda Wonosobo. Kehadiran yang tak disangka itu, membuat sedikit kaget petugas Perpus Srikandi. Nggak ada angin, nggak ada hujan, e..datang tak ada kabar terlebih dulu. 

Rupanya, Robin sebagai rekanan Yayasan Tirto Utomo ini sedang mendapat proyek membuat buku tentang Tirto Utomo dalam perannya ikut mencerdaskan bangsa melalui berbagai kegiatan yang di bawah binaannya. Diantaranya adalah binaan pada perpustakaan-perpustakaan desa yang tersebar hampir di seluruh penjuru tanah air. “Sebelum di Wonosobo, saya telah berkunjung di Sumbar, Sumtim, Flores, Sintang, Brastagi, Samosir, dan Nias. 
Setelah dari sini saya melanjutkan surve ke wilayah Yogyakarta, seperti Slogoimo, Wonosari, Baukan, dsbnya. Untuk wilayah Wonosobo termasuk banyak yang dikunjungi mengingat Wonosobo menjadi tempat lahir Tirto Utomo, jadi ada hubungan darah” kata Robin saat ditanya aktivitasnya kali ini. Alumnus Arsitektur UI tahun 2012 yang pintar nulis ini ternyata juga seorang blogger yahoo. Sikapnya yang ramah membuat kami betah ngobrol berlama-lama hingga adzan Magrib berkumandang.
 Demikian juga dengan Warih Seto, Staf Perpusda Wonosobo juga enak diajak ngobrol. Banyak masukkan yang kami peroleh dari petugas layanan Perpusda ini. 
Di antaranya tentang kiat Wonosobo selalu menjuarai lomba Perpustakaan Desa tingkat propinsi bahkan nasional. Memang sejak tahun 2004 Perpustakaan Desa di Wonosobo selalu menjuarai (Juara 1) Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Jateng. Yang terakhir (2012) ini bahkan Perpustakaan Al-Bidayah, Sapuran menjuarai tingkat nasional. Salah satu triknya adalah memanfaatkan tipografi  Wonosobo dalam pembinaan dan pendampingan kegiatan. Kepada Perpustakaan yang kategori tumbuh, akan digenjot sedemikian rumah oleh pustakawan Perpusda hingga tergerak dan tertantang untuk maju seperti desa/kelurahan lainnya. Dalam kesempatan kunjungan ini, Warih Seto berpesan kepada pengelola  Perpustakaan Srikandi agar, “ maju terus Srikandi Indonesia”.
 Pesan ini tidak terlalu berlebihan, mengingat perpus Srikandi pernah menyabet juara 1 Lomba Perpustakaan Desa tingkat Jateng pada tahun 2006. “Minimal dapat eksis seperti waktu lomba itu sudah baik”, imbuh Warih Seto. OK, makasih Robin dan Seto yang telah berkunjung di Perpus Srikandi, Kelurahan Andongsili, Kecamatan Mojotengah, Kab Wonosobo. “ Terima kasih atas kunjungannya, semoga kehadiran di perpus Srikandi semakin menggeliatkan berbagai  aktivitas kami, baik dari segi layanan maupun pengembangan minat baca. Entah itu berupa layanan pinjaman, bimbingan menulis, peningkatan kelompok binaan, dan lain-lain” kata Eko Hastuti selaku ketua Perpustakaan Srikandi saat Robin dan Seto berpamitan.

Selasa, 18 Desember 2012

Ngobrol Bareng Presiden TBM Indonesia, Gola Gong



WONOSOBO - Info via SMS yang dikirim oleh teman pengelola TBM Al-Manan, Kebrengan, Mojotengah, Wonosobo Mbak Siti Kholisoh tanggal 7 Desember 2012 lalu benar-benar menjadi awal perjumpaanku dengan Mas Gol A Gong. Maaf, kusebut Mas, karena usiaku beda jauh dengan pendiri dan pemilik Rumah Dunia, Serang, Banten, Jawa Barat itu. SMS tersebut mengabarkan bahwa akan ada Pertemuan Pengelola TBM dengan Gol A Gong dan Sembako Buku di Wonosobo, tanggal 17-18 Desember 2012. Agenda pertama pun jatuh di TBM Al-Bidayah, Sapuran, Wonosobo tanggal 18 Desember 2012 jam 13.00 – 15.30 WIB. Alhamdulillah, aku diundang oleh Mas Fuad dan Mas Dimas pengelola TBM yang berhasil menyabet Juara 1 Lpmba Perpustakaan Desa Tingkat Nasional tersebut.
Alhasil, agenda di TBM Al-Bidayah menjadi bincang-bincang hangat seputar dunia membaca, menulis, TBM, dan perlunya reorganisasi pengelola TBM di masing-masing kabupaten. Kehadiran Gol A Gong membawa amanat dari Kemendikbud untuk membentuk kepengurusan TBM di kabupaten Wonosobo. Mengingat muswil tingkat Jateng akan diselenggaran tanggal 30 Desember 2012 di Semarang. Di samping itu juga mengabarkan adanya Gerakan Nasional Indonesia Membaca. Gerakan yang didasari oleh UU Perpustakaan dan UU Sikdinas ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi/iklim di Indonesia yang semakin terpuruk oleh carut-marut kehidupan yang menyimpan banyak problema. Hanya dengan pendidikan, kemajuan segala bidang dapat maju dan berkembang. Membaca pun menjadi gerbang masuknya ilmu pengetahuan dan informasi yang akan memperkaya khasanah batin kita. Menulis juga menjadi paradigma baru dalam menstransformasikan ide, gagasan, imajinasi, ilmu, dan sebagai media mendokumentasikan hasil olah pikir, olah rasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paket sembako buku berjumlah 20 eksemplar pun akhirnya ditangan setelah mengganti uang transport penyelenggaraan pertemuan sebesar Rp. 130.000,-. Diskusi bareng Gol A Gong ini juga berlangsung di beberapa kota lain di wilayah Jateng, seperti di Tegal, Pemalang, Semarang, Pekalongan, Purwokerto, dan lain-lain. Agenda lain mas Gol A Gong di Wonosobo antara lain Workshop tentang Dunia Penulisan di Warung Kopi “ Coffepaste” jam 19.00 WIB di Jalan Kauman Utara. Hem, acara ini pun tak kalah seru karena menjadi ajang berkumpul beberapa elemen (penulis, wartawan, budayawan, seniman, pecinta sastra, dll) di Wonosobo. 
Intinya, kegiatan menulis itu adalah pekerjaan intelektual dan spiritual. Perlu terus diasah dan dikembangkan agar tumbuh generasi yang tidak asyik berkata-kata seperti sekarang ini. “ Sastra juga masih jauh dari masyarakat, nha tugas kita agar dapat mendekatkan sastra ke masyarakat awam” kata  Gong mantap. TBM dan aktifitas positifnya, seperti gerakan membaca nasional menjadi spirit membaca di tingkat lokal. Harapan lebih lanjut tentu ingin terjadi gempa literasi di berbagai pelosok negeri tercinta ini. Bahkan diharapkan gerakan membaca jadi kalender/plan di tahun-tahun mendatang dengan tidak melewatkan pembagian paket sembako buku atau wakaf buku kepada TBM-TBM yang ada. Karena hawa dingin semakin menusuk tulang dan malam semakin larut, bincang kedua dengan Mas Gol A Gong terpaksa harus segera cabut. Kupikir tak masalah, toh aku dah bisa foto bareng dengan penulis hebat yang pegang bukuku dengan penuh semangat. Makasih Mas Gol A Gong!(Eko Hastuti)

Kamis, 22 November 2012

Hidup Itu Lucu



RESENSI  BUKU

Judul
: Hidup Itu Lucu
Penulis
: Michael J. Fox
Penerbit
: Kaifa
Kota Terbit
: Bandung
Tahun Terbit
: 2011
Tebal Buku
: 131 hal

Ketika banyak orang berpendapat bahwa hidup itu, sulit, unik, penuh misteri, indah, bahkan kejam, Michael berbeda pendapat. Yah, hidup menurutnya itu lucu. Nah, lucunya seperti apa, mari kita cermati kisah hidup penulis buku ini yang seorang aktor, penulis, Komedian, produser dan aktivis.  Michael yang  tidak tamat SMA ini, menerima gelar kehormatan dari sejumlah universitas. Sebagai penulis buku, Michael menginspirasi pembacanya untuk bekerja keras, meraih apa pun yang bisa diraih, dan memaksimalkan kemampuan. Ciri khas Michael adalah optimistis, hangat, dan penuh humor.
“Hidup ini seperti berkendara. Pasang sabuk pengaman, berpegangan dan buka terus matamu!” pernyataan penulis pada bagian pembuka buku ini. Michael juga mengilustrasikan sebuah benda berupa toples besar yang bening dan kosong. Toples itu lalu diisi bebatuan sebesar bola golf hingga penuh. Saat ditanyakan ke mahasiswa, siapa yang menganggap toples ini penuh, seluruh ruangan mengiyakan. Lalu Sang Dosen mengisi toples tersebut dengan pasir hingga penuh, lalu bertanya, “Siapa yang mengganggap toples ini sudah penuh?” Kembali seluruh mahasiswa mengangkat tangan tanda setuju. Terakhir, dosen mengisi toples dengan cairan dua kaleng minuman bersoda sampai habis. Lalu bilang, “Sekarang baru penuh”. Lanjutnya, “Stoples ini menggambarkan kehidupan kalian…keluarga, pekerjaan, karier, minat, dan hal-hal sepele (kecil) tapi mungkin penting, yang perlu diperhatikan”.
Michael mengisahkan kalau pendidikannya di SMA Jungkir Balik dan Universitas Alam Raya, jadi tidak ada ujian dan wisuda. Tapi, pengalaman hidupnya sejak kecil, tidak lulus SMA, menjadi aktor ke Hollywood dan Los Angeles, mendapat gelar kehormatan dari beberapa universitas, sukses hidup (istri cantik dan cerdas, kaya raya, kemudian menderita penyakit parkinson’s, lalu menyembunyikan diri dari realita hidup, dan akhirnya pasrah menerima realita), menjadi pengalaman berharga bagi orang lain. Beberapa saran yang dipesankan kepada para pembaca : 1) Jangan terlalu sering membayangkan skenario tentang kemungkinan buruk; 2) Jarang sekali kejadiannya berlangsung seperti yang kau bayangkan, dan bahkan jika kebetulan hal itu benar-benar terjadi, berarti kau akan mengalaminya dua kali; 3) Ketika segala sesuatu benar-benar memburuk, jangan lari, jangan sembunyi; 4) Bertahanlah, dan beranilah menghadapi setiap bagian dari ketakutanmu dan 4) Cobalah tenang.
Nasehat lain yang bisa dipetik, antara lain : 1) Hei, kalau kau mau jadi  penebang kayu, kau harus pergi ke hutan; 2) Di mana kau berpijak, di situlah kau berada (maksudnya : Ke mana pun kita pergi, kita harus menyesuaikan dengan lingkungan baru tersebut. Bukan mereka yang akan menyesuaikan diri dengan kita) ; 3) siap dengan yang terburuk; 4) Kalau satu kakimu ada pada masa lalu dan satu kaki yang lainnya pada masa depan, berarti kau mengabaikan hari ini sama sekali; 5) pendidikan seseorang itu tidak pernah selesai, dan 6) Hidup itu belajar.
Membaca hingga kalimat terakhir buku ini tidak ada pernyataan yang berbunyi, Hidup Itu Lucu. Namun, kita bisa menangkap maksud dari aktor professional yang menjadi bintang utama film sitcom, Leo and Me dan memerankan tokoh Alex P. Keaton dalam serial NBC’s yang sangat populer, Family Ties (1982-89) ini bahwa hidup itu unik dan dramatis. Jadi istilah lucu dalam konteks ini bukannya lucunya seorang komedian yang membuat ketawa orang atau mengocok perut karena geli dengan ulah atau kata-kata yang kocak. Walaupun tidak diungkapkan secara transparan, sangat cukup jelas bahwa pemeran Marty McFly dalam trilogy box-of-fice, “Back to the Future” tentang perjalanan menembus waktu dan menghantarkannya sebagai bintang internasional ini ingin menyadarkan pembaca kalau hidup itu belajar. Jadi, dalam kondisi apa pun, kita harus terus belajar dari pengalaman : kegagalan, kesedihan, kesulitan, kesuksesan, kebahagiaan, dan lebih-lebih dari kesakitan (penyakit). Berbagai penghargaan, prestasi dan kesuksesan besar yang telah diraihnya, tidak membuat suami Tracy Pollan ini menjadi sombong. Buktinya, beberapa bukunya yang menjadi bestseller New York Times dan nasional, berhasil menginspirasi pembacanya untuk bekerja keras dan optimis. (Oleh : Eko Hastuti, Ketua Rumah Belajar Srikandi, Wonosobo, Jateng pada pertemuan KSM Srikandi tanggal 17 Februari 2012).

Paribasan, Bebasan, Saloka



 Paribasan yaiku unen-unen kang wis gumathok racikane lan mawa teges tartemtu. Dhapukaning paribasan awujud ukara utawa kumpulaning tembung (frase), lan kalebu basa pinathok. Racikaning tembung ora owah, surasa utawa tegese uga gumathok, lumrahe ateges entar. Tegese tembung lumereg, gumantung surasa lan karep kang kinandhut ing unen-unen. Paribasan ngemu teges: tetandhingan, pepindhan, utawa pepiridan (saemper pasemon). Kang disemoni manungsa, ulah kridhaning manungsa, utawa sesambunganing manungsa lan alam uripe.
   
Paribasan ana kang sinebut bebasan lan saloka. Diarani bebasan Manawa lereging teges nggepok sesipatan utawa kaanan kang sambung rapet karo ulah kridhaning manungsa. Diarani saloka menawa lereging teges magepokan karo sing disemoni, disanepani, utawa dipindhakake.

Anak-anakan timun = wong kang ngepek bojo anake pupon
Andaka atawan wisaya = wong kang kena prakara banjur minggat amarga duwe pangira bakal kalah prakarane

Andaka ina tan wrin upaya = wong kang didakwa nyolong nanging ora ngaku, wasana kajibah nggoleki barang kang ilang
Awak pendhek budi ciblek = wong cilik tur asor bebudene
Abag-abang lambe = guneme mung lamis

Adol lenga kari busik = dum dum barang, nanging sing andum ora oleh bagean
Akadang saksi = wong prakaran akeh sadulure kang dadi seksine
Ana bapang sumimpang = nyingkiri sakehing bebaya
Anirna patra = ngungkiri tulisane dhewe

Angin silem ing warih = tumindak ala kanthi sesidheman
Angon kosok = ngreti ulah kridhaning wong liya lan bisa empan papan tumindake
Asor kilang munggwing gelas = gunem manis tur marak ati lan bisa mranani sing krungu
Adhang-adhang tetese embung = nJagakake barang mung sakoleh-olehe

Aji godhong garing = wis ora ana ajine (asor banget)
Ana adulate ora ana begjane = arep nemu kabegjan, ning ora sida
Ana gula ana semut = panggonan sing akeh rejekine, mesti akeh sing nekani.
Anggenthong umos = wong kang ora bisa nyimpen wewadi.

Angon mangsa = golek wektu kang prayoga kanggo tumindak.
Angon ulat ngumbar tangan = ngulatake kaanan, yen limpe banjur dicolong
Arep jamure emoh watange = gelem kepenake ora gelem rekasane
Asu belang kalung wang = wong asor nanging sugih

Asu gedhe menang kerahe = wong kang dhuwur pangkate mesthi wae luwih dhuwur panguwasane
Asu munggah ing papahan = wong ngrabeni tilas bojone sadulur tuwa
Ati bengkong oleh oncong = wong duwe niyat ala oleh dalan
Ana catur mungkur = ora seneng nyampuri urusaning liyan

Anak molah bapa kepradhah = wong tuwa melu repot amarga tumindake anake
Arep nengkane emoh pulute = gelem kepenak emoh nglakoni rekasane
Adigang, adigung, adiguna = seneng ngendelake kekuwatane, panguwasae, lan kepinterane
Ancik-ancik pucuking eri = tansah was sumelang
Asu marani gebug = njarag bebaya
Asu rebutan balung = rebutan utawa padudon sing ora mumpangati

Baladewa ilang gapite = wong gagah kang ilang kakuwatane, kaluhurane (ora duwe panguwasa)
Banyu pinerang ora bakal pedhot = pasulayane sedulur ora bakal medhotake pasedulurane
Bapa kesolah anak molah = yen wong tuwa oleh prakara, anak uga melu ngrasakae lan melu tanggung jawab

mBarung sinang = nyela-nyela wong guneman
mBalithuk kukum = mbudidaya ucul saka ing kukum utawa angger-angger
mBaguguk ngutha waton = mbangkang marang pamarentah
mBondhan tanpa ratu = mbangkang marang nagara

mBuru kidang lumayu = nguyak samubarang kang durung karuwan wekase
mBuwang rase nemu kuwuk = nyingkiri piala, nanging malah nemu piala kang luwih saka ala

mBuwang tilas = rewa-rewa ora mentas tumindak pagawe ala
Bathang lelaku = lunga ijen ngambah panggonan kang mbebayani
Beras wutah arang bali menyang takere = barang kang wis owah ora bakal bali kaya maune

mBidhung api rowang = ethok-ethok nulung nanging sejatine arep ngrusuhi
Blilu tau pinter durung nglakoni = wong bodho nanging sering nglakoni iku luwih pinter tinimbang wong pinter nanging durung tau nglakoni
Balung tinumpuk = anak loro dimantu tunggal dina

Bathang lelaku = wong lungan ijen liwat dalan kang gawat, ngemu baya pati
Bathang ucap-ucap = wong loro lungan liwat dalan kang gawat, ngemu baya pati
Bubuk oleh leng = wong duwe niyat ala oleh dalan
Bung pring petung = bocah kang longgor (gelis gedhe)

Buntel kadut, ora kinang ora udut = wong nyambut gawe borongan, ora oleh opah dhuwit, mangan, lan udut
Busuk ketekuk, pinter keblinger = sing bodho lan sing pinter padha nemu cilaka
Becik ketitik ala ketara = sing becik bakal tinemu, sing ala bakale ketara
Belo melu seton = bisane mung melu-melu, ora ngerti sing dikarepake

Mburu uceng kelangan deleg = nguyak barang sepele kelangan barang sing aji
Bathok bolu isi madu = dianggep wong lumrah nanging sugih kepinteran, utawa wong ala rupane nanging manis bebudene
Bebek diwuruki nglangi = wong pinter diwulang mesthi gelis bisa
Bebek mungsuh mliwis = wong loro padha dene pintere mungsuhan, nanging sing siji luwih trengginas

Bima akutha wesi = wong gedhe kang kukuh panguwasane
Bramara mangun lingga = wong lanang gumagusan ing ngarepe wong wadon kang disiri
Brekithi angkara madu = wong kacilakan marga barang kang banget dikaremi
Byung-byung tawon kambu = wong ela-elu, senengane padha kumpul tanpa ana prelune

Calak cangkol kendhali bol, cemethi tai = nyela-nyela gunem kang ora ana pedahe
Carang canthel = ora diajak guneman nanging melu-melu ngrembug
Car-cor kaya kurang janganan = ngomong ceplas-ceplos ora dipikir dhisik
Cathok gawel = seneng cawe-cawe mesthi ora diajak guneman

Cecak nguntal elo = gegayuhan sing ora jumbuh karo kahanane
Cebol nggayuh lintang = wong duwe panggayuh kang mokal kecandhake
Cebol nggayuh langit = wong duwe panjangka kang tanpa ana kawusanane
Cecak nguntal cagak = gegayuhan kang ora imbang kekuwatane

Cedhak celeng boloten = cedhak karo wong ala bakal katut ala
Cengkir ketindhihan kiring = wong lanang didhisiki anggone rabi dening adhine
Cikal apupus limar = wong oleh kabegjan kang luwih saka mesthine
Cobolo mangan teki = wong bodho banget tur tumindak asor

Cocak nguntal elo = wong tumandang gawe kang ora laras karo kaanane
Cumbu laler = wong kang teka lunga pamanggone
Ciri wanci lalai ginawa mati = pakulinan ala ora bisa diowahi yen durung nganti mati
Cincing-cincing meksa klebus = karepe ngirid nanging malah entek akeh, karepe mung climen wekasan entek wragat akeh

Criwis cawis = seneng maido nanging ya seneng menehi (muruki)
Cuplak andheng-andheng, yen tan pernah panggonane = wong kang tansah sulaya karo rembuge wong akeh

Crah gawe bubrah, rukun gawe santosa = pasulayan njalari ringkih, karukunan njalari kuwat.
Cedhak kebo gupak = sesrawungan karo wong ala bisa melu-melu

Dahwen ati open = nacad nanging mbenerake wong liya
Digarokake dilukokake = dikongkon nyambut gawe abot
Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan = senajan wong liya yen nemoni rekasa bakal dibelani

Duka yayah sinipi, jaja bang mawinga-winga = wong kang nesu banget
Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang = bab ala dikandhakke becik, bab becik dikandhakkke ala

Derman golek momongan = wong wis akeh kewajibane isih golek gawean kang ngimbuhi ribed
Desa mawa cara negara mawa tata = saben panggonan duwe tata car dhewe-dhewe
Dadia godhong moh nyuwek, dadia banyu moh nyawuk = wis emoh sapa aruh
Dhalang kerubuhan panggung = wong tanpa bisa kumecap marga nemu wiring
Dhandhang diunekake kuntul = wong ala dikira becik

Dhandhang ngelak = wong kang ngajab patining liyan
Dhadhap ketuwuhan cangkring = kumpulane wong becik kaworan wong ala atine
Dhayung oleh kedhung = wong tumandang gawe kanthi kepenak jalaran cocog lan saranane
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan = ana ngendi papan tansah slamet
Dibeciki mbalang tai = mbeciki wong liya oleh pinwales piala
Dikempit kaya wade, dijuju kaya manuk = banget ditresnani

Dolanan ula mandi = njarag tumindak gawe kang ngemu bebaya
Dudu berase ditempurake = nyambungi guneman, nanging ora cundhuk karo sing dirembug
Durung cundhuk, acandhak = ora ngerti perkarane melu urun gunem
Dhadhakan anglayoni = mementahi rembug sing wis mateng

Dudutan lan anculan = wong loro padha kethikan: sing siji ethok-ethok ora ngerti
Durung ilang pupuk lempuyange = dianggep isih kaya bocah cilik
Durung pecus keselak betus = durung sembada wis duwe kekarepan neka-neka
Duk sandhing geni = wong lanang jejer turu karo wong wadon dudu bojone
Diwenehi ati ngrogoh rempela = diwenehi sithik isih kurang panarima

Dipalangana mlumpat, ditalenana medhot = arepa dikaya ngapa yen wis takdhire bisa kalakon
Dom sumuruping banyu = telik sandi (mata-mata), laku sesidheman kanggo meruhi wewadi

Eman-eman ora keduman = karepe eman malah awake dhewe ora keduman
Embuh nila embuh etom = wong kang nyaruwe alaning liyan, nanging dheweke ugamelu nglakoni

Embat-embat celarat = wong nyambut gawe kanthi ngati-ati banget
Emprit abuntut bedhug = wong kang nggedhekake perkara sing maune sepele
Enggon welut diedoli udhet = wong pinter dipameri kepinteran sing ora sepiraa
Endhas gundhul dikepeti = wong sing wis kepenak uripe oleh kamukten
Esuk dhele, sore tempe = ora antep, atine molah-malih

Emban cindhe, emban siladan = tumindak ora adil
Entek amek, kurang golek = diuneni akeh-akeh
Entek jarake = wis entek kasugihane

Gajah alingan teki = wong gedhe sendhen prekarane wong cilik
Gajah marani wantilan = wong kang njarag nemoni bebaya
ngGajah elar = wong kang sarwa kasembadan kekarepane

Gajah ngidak rapah = wong gedhe (agung) nrajang wewalere dhewe
Gajah perang karo gajah, kancil mati ing tengah = wong gedhe padha pasulayanwong cilik sing dadi korban

Galuga sinalusur sari = wong becik rupane, utama bebudene
Gambret singgang mrakatak ora ana sing ngeneni = wong wadon kenes ora ana wong lanang sing nakokake

Gagak nganggo laring merak = wong cilik tumindak kaya-kaya wong gedhe
Garang garing = wong semugih nanging sejatine kekurangan
Gayuk-gayuk tuna, nggayuh-nggayuh luput = samubarang kang dikarepake ora bis keturutan
Gliyak-gliyak tumindak, sareh pikoleh = senajan alon-alon anggone tumindak nanging bisa kelakon

Golek banyu bening = meguru golek kawruh sing becik
Nggutuk lor kena kidul = ngarani/ndakwa sing ora bener
Nggenthong umos = wong kang ora bisa nyimpen wewadi
Gawe luwangan, ngurugi luwangan = utang kana, nyaur kene
nGGayuh tawang = tumandang gawe kang tanpa pituwas

Gecul ngumpul bandhol ngrompol = wong ala padha saiyeg tumindak ala
Gedhang apupus cindhe = wong duwe kamelikan kang ora salumrahe
Geguyon dadi tangisan = gegojegan, wasana gawe susah
Gemblung jinurung, edan kawarisa = tumindak nekad, nanging malah nemu kabegjan
Gendhon rukon = tumindak bebarengan amrih padha kepenake
Geni guntur nila bena = dhawuhing nagara kudu linakonan

nGgenteni watang putung = nglungsur kalungguhane wong kang wis mati
nGgepuk kemiri kopong = tumindak gawe kang tanpa kasil
nGgered ori saka pucuk = tumandang tanpa petung, wasana gawe rekasa awake dhewe
Giri lusi janma tan kena ingina = wong katone bodho jebul sugih kawruh
Golek-golek ketanggor wong luru-luru = arep tumindak ala, wasana kepergok wong kang uga tumindak ala
Gondhelan poncoting tapih = nggantungake urpe marang bojo
Gotong mayit = lungan mung wong telu ngliwati papan sing mbebayani
Greget-greget suruh = nggregetake ati nanging ngemu rasa seneng
ngGugat kayu aking = mrakarakake wong kang wis mati

Gumembrang ora adang = kelangan barang tanpa ana sing weruh
Gumendheng ora nggoreng = kelangan barang tanpa ana sing weruh
ngGutuk api lamur = mitenah wong liya kanthi ethok-ethok ora ngerti wong sing dipitenah
Gupak pulute ora melu mangan nangkane = melu rekasa nanging ora melu ngrasakake kepenake
Glugu ketlusuban ruyung = kumpulane wong becik kecampuran wong ala bebudene
Glundhung semprong = wong wadon omah-omah ora nggawa bandha mapan ing omahe sing lanang
Gong lumaku tinabuh = wong geleme omong mung yen ditakoni

Idu geni = sakuni-unine kelakon
Idu didilat maneh = njabel rembug sing wis kawetu
Iwak kecemplung wuwu = kena diapusi kanthi gampang

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani = yen ana ngarep nyontoni, ana tengah menehi greget (karep), ana mburi menehi daya

Jer basuki mawa beya = sakabehing gegayuhan mbutuhake wragad (pengorbanan)
nJabung alus = ngapusi kanthi tembung manis
nJaring langit = tumindak gawe kang tanpa asil
nJaring angin = tumindak gawe kang tanpa asil

Jinjang api goyang = ora nggugu kandhaning liyan nanging malah gawe kapitunan
Jalma tan kena kinira = manungsa iku ora kena diremehake
Jati ketlusuban ruyung = kumpulane wong becik kelebon wong ala
Njagakake endhoge si blorok = ngarep-arep barang sing durung mesthi
Njajah desa milangkori = wis tekan ngendi-endi

Jalma angkara mati murka = nemoni cilaka jalaran angkara murkane
Jamur tuwuh ing sela = wong kang uripe memelas

nJalukan ora wewehan = seneng njaluk ora gelem menehi
Jaran kerubuhan empyak = wong kang wis kanji (kapok, wedi) banget marga lelakon sing wis tau gawe wedi
Jarit luwas ing sampiran = wong duwe kepinteran nanging ora ana sing nganggo utawa ngangsu kapinterane, lawas-lawas wong iku tanpa guna
nJujul muwul = prakara kang nambah-nambahi rekasa, utawa wis sarwa akeh lan torah (kecukupan) isih oleh wuwuh (tambahan) maneh

nJunjung ngantebake = ngalembana nanging duwe niyat ngasorake

Kaduk wani kurang deduga = watak wong enom sing grusa-grusu kurang petung
Kalah cacak menang cacak = samubarang pagawean luwih becik dicoba dhisik bisa lan orane
Karna binandhung = kabar kang lumembar sarana gethok tular
Kebak sundukane = wis akeh anggone gawe piala
Kebak sundukane = kakehan dosa, akeh sing disulayani
Kebanjiran segara madu = nemu kabegjan kang gedhe banget

Kebat kliwat, gancang pincang = tumindak kang kesusu mesthi ora kebeneran
Kebo bule mati setra = wong pinter ning ora ana sing merlokake
Kebo ilang tombok kandhang = wis kelangan ngetokake wragat maneh kanggo nggoleki malah ora ketemu
Kebo lumumpat ing palang = wong gedhe nggagahi prakarane sadulur utawa kaluwargane dhewe
Kebo kabotan sungu = wong ngrekasa uripe marga kabotan butuh, kakehan anak
Kebo lumaku dipasangi = wong kang gelem tumandang gawe yen dituntun (diwarahi)
Kebo nusu gudel = wong tuwa njaluk wuruk marang wong enom

Kebo mulih nyang kandhange = wong sing wis suwe lelana bali nyang asale
Kebo mutung ing pasangan = wong ninggal pagaweane sing durung sida ditandangi
Kecing-kecing diraupi = tumindak gawe kanthi wani njejaluk tanpa ngrasa isin
Keduwung nguntal wedhung = wis kebanjur tumindak, arep mundur wis lumaku, arep maju wis rekasa
Kepaten obor = kelangan aluran pasedulurane
Keri tan pinecut = gelem tumindak gawe tanpa diprentah
Kulak warta adol prungon = oleh kabar banjur ditularake marang liyan
Kumrisik tan kanginan = rumangsa tanpa disaruwe

Kuping budheg dikoroki = ora ngreti kathik dikandhani, wasana kepengin ngreti prekarane
Kakehan gludhug kurang udan = akeh sing diomongake ananging ora nyata
Kaya banyu karo lenga = paseduluran kang ora bisa rukun
Kadang konang = wong kang diaku sedulur yen wonge sugih (duwe pangkat)
Kacang atinggal lanjaran = anak kang ora memper bebudene wong tuwane
Kacang mangsaa ninggal lanjaran = anak iku lumrahe bebudene memper wong tuwane
Kandhang langit, bantal ombak, kemul mega = ora duwe papan (omah)

Katepang ngrangsang gunung = wong asor pengin nggayuh pangkat luhur
Katon cempaka sewakul = wong kang manjila dhewe, beda klawan pepadhane
Kajugrukan gunung menyan = oleh kabegjan gedhe banget
Kawuk ora weruh slira = wong cilik ambeke kaya wong gedhe
Kebanjiran segara madu = nemu kebegjan (rejeki) sing gedhe

Kegedhen empyak kurang cagak = wong kang duwe panjangka ning ora sembada
Kekudhung walulang macan = ngapusi nganggo jenenge wong kang diwedeni
Kelacak kepathak = ora bisa mungkir jalaran wis kebukti
Kemladhean ngajak sempal = wong mondhok gawe rusak sing dipondhoki
Kendhit miming kadang dewa = wong kang ora pasrah ing paeka
Keplok ora tombok = melu seneng ananging ora melu wragad, utawa wong kang senengane maido ning ora gelem melu cawe-cawe
Kerot ora duwe untu = duwe kekarepan ananging ora sembada
Kena iwake aja nganti butheg banyune = ngrampungi prakara kanthi ngati-ngati
Kejugrukan gunung madu = nemu kanugrahan

Kethek saranggon = grombolane wong ala
Kencana katon wingka = arepa becik disawang ora becik
Kendel ngringkel, dhadhag ora godhak = ngakune kendel tur pinter jebule jirih tur bodho
Kenes ora ethes = wong sing sugih nanging ora disenengi
Kriwikan dadi grojogan = prakara sepele dadi prakara gedhe
Kere munggah bale = wong asor diprecaya dadi panguwasa (wong pangkat)
Kere nemoni malem = wong miskin kinembong ing pangan
Kere menangi Mulud = wong miskin kinembong ing pangan

Kerot ora duwe untu = duwe kekarepan ning ora duwe wragad
Kerubuhan gunung = wong nemoni kesusahan sing gedhe banget
Kesandhung ing rata kebentus ing tawang = oleh cilaka sing ora dinyana-nyana
Ketula-tula ketali = wong kang tansah nandhang sengsara
Kethek saranggon = kumpulane wong kang tindake ala

Kinjeng tanpa soca = wong tandang gawe ora ngerti ancas tujuwane
Kaleyang kabur kanginan, ora sanak ora kadang = wong sing ora duwe panggonan utawa omah tetep
Klenthing wadhah masin = wong ala sanajan tumindak becik, tabet-tabete wong ala isih ketara (angel ninggalake pakulinane tumindak ala
Kodhok nguntal gajah = wong duwe trekah sing mokal kalakone
Kongsi jambul uwanen = nganti tumekan tuwa banget
Kriwikan dadi grojogan = prakara kang maune cilik dadi gedhe
Krokot ing galeng = wong kang mlarat banget

Kucing-kucing diraupi = wong duwe gawe kanthi nekad, sanajan direwangi wiring isin
Kudhi pacul singa landhepa =wong adu kapinteran, sing pinter sing bakal nemu kabegjan
Kudhung walulang macan = wong golek utangan nganggo sendhen asmane wong gedhe utawa wong kuwasa
Kumenthus ora becus = seneng umuk nanging ora mrantasi karya (sembada)
Kuntul diunekake dhandhang = wong becik dianggep wong ala
Kurung munggah lumbung = wong rena dipek bojo sing duwe omah
Kutuk nggendhong kemiri = wong kang nganggo kang sarwa aji (apik) liwat dalan kang mbebayani
Kutuk marani sunduk, ula marani gebuk = wong kang njarag (marani) bebaya
Kuncung nganti tumekan gelung = suwe banget anggone ngenteni

Ladak kecangklak = wong kang angkuh nemoni pakewuh marga tumindake dhewe
Lahang karoban manis = wong kang rupane bagus-ayu tur luhur bebudene
Lanang kemangi = wong lanang kang jirih
Lawas-lawas kawongan godhong = wis lawas pangabdine, nanging ora banjur dibuwang, tanpa oleh pangkat
Lebak ilining banyu = wong asor kanggo tiban-tiban yen ana prakara
Ledhang-ledhang nemu pedhang = nemu kabegjan tanpa kanyana-nyana
Legan golek momongan = wong kang wis kepenak malah njarag golek gawean (rekasa)
Lambe satumang kari semerang = menehi pitutur nganti kesel, ora digubris
Lumpuh ngideri jagad = duwe gegayuhan sing mokal kelakon
Lungguh klasa gumelar = ora melu rekasa nanging nemu kepenak

Macan guguh = wong gedhe (kuwasa) wis ora kajen keringan
Madu balung tanpa isi = rebutan samubarang kang tanpa guna
Malang-malang tanggung = ngewuhake, arep ditinggal nggrundel, yen dilokake ora mrantasi gawe
Mancak wadhah tulupan = wis suwe nyambut gawe nanging tanpa duwe celengan
Mecel manuk miber = sarwa kasembadan, sabarang tindake mawa kasil
Mendhak alingan, wekasan katon = tumindak nylamur, nanging wekasan ngaku, jalaran konangan wong akeh
Maju tatu mundur ajur = prakara kang sarwa ndadekake pakewuh, utawa mbudi daya kepiye wae nanging ora kasil
Matang tuna numbak luput = tansah luput kabeh panggayuhane
Mbuwang tilas = ethok-ethok ora ngerti marang tumindake kang ala kang dilakoni
Meneng widara uleren = katone anteng nanging sejatine ala atine


Menthung koja kena sembagine = rumangsane ngapusi, nanging sejatine malah kena apus
Merangi tatal = mentahi rembug kang wis mateng
Micakake wong melek = ora nganggep wong sing meruhi dhewe
Midak sikil, njawil mungkur = kethikan ora ngetarani

Midak tembelek ora penyek = ora duwe kekuwatan kanggo tandang gawe
Mirong kampuh jingga = mbalela marang nagara
Mrojol ing akerep = nyebal saka kalumrahaning wong akeh
Milih-milih tebu boleng = kakehan milih, wekasan oleh kang ora becik
Mikul dhuwur mendhem jero = bisa njunjung drajade wong tuwa
Mubra-mubru mblabar madu = wong kang sarwa kecukupan
Meneng kitiran = ora bisa anteng
Mbrojol saselaning garu = ora ana sing madhani kepinterane, utawa wong kang luput saka bebaya

Nabok nyilih tangan = tumindak ala kanthi kongkonan wong liya
Naga mangsa tanpa cala = wong kang mrana-mrana ngrasani alaning liyan
Ngagar metu kawul = ngojok-ojoki supaya dadi pasulayan, nanging sing diojok-ojoki ora mempan
Ngajari bebek nglangi = panggawean sing ora ana paedahe
Ngalasake Negara = wong sing ora manut pranatane Negara
Ngalem legining gula = ngalembana kapinterane wong kang pancen pinter (sugih)
Ngaturake kidang lumayu = ngaturake barang kang wis ora ana
Nagara mawa tata, desa mawa cara = saben papan duwe adapt lan aturan dhewe-dhewe
Nampel puluk = mitenah kabegjane wong liya

Nandur wiji keli = ngopeni turune wong kasrakat
Nasabi dhengkul = nutup-nutupi kekurangane sadulur supaya oleh kauntungan
Natas tali gumantung = putusan kang ora ana kawusanane
Nebak wong mangan = gawe rugine wong kang oleh kamukten

Nemu kuwuk = wong njaluk tulung marang liyan ora nganggo mara ing omahe
Ninggal bocah ing waton = nyumelangake samubarang sing wis kelakon
Nitipake daging serep = titip anak wadon marang besan

Nucuk ngiberake = wis disuguh mulihe isih mbrekat suguhan
Nulung menthung = karepe aweh welas, nanging malah gawe rekasane
Nuntumake balung pisah = bebesanan karo sedulur kang wis adoh alurane
Nututi baling wis tiba = njabel wicara kang wis kawetu

Nututi kidang lumayu = nguyak samubarang kang durung cetha lan durung mesthi olehe
Ngadu singating andaka = gawe dukaning panggedhe
Ngadhepi celeng boloten = cedhak-cedhak wong ala bebudene
Nglungguhi klasa gumelar = nindakake pegawean kang wis tumata
Ngotragake gunung = wong cilik-asor bisa ngalahake wong gedhe-luhur, nganti gawe kagete wong akeh
Nguthik-uthik macan dhedhe = njarag wong kang wis lilih nepsune
Nguyahi segara = weweh marang wong sugih kang ora ana pituwase
Nyangoni kawula minggat = ndandani barang kang tansah rusak
Nguthik-uthik macan turu = gawe nesu (golek gaweyan)
Nyolong pethek = luput saka pangira

Ngobak banyu bening = gawe rerusuh ing papan kang tentrem
Nguyahi segara = nulung wong sing kecukupan
Nandur pari jero = gawe ngamal kabecikan

Nututi layangan pedhot = nggoleki barang sing angel ketemune
Ngaji mumpung = ngatogake kekarepan mumpung ana wektu becik
Ngalem legining gula = ngalem kepinterane wong winasis

Ngandel tali gedebog = mrecaya barang kang ora mitayani
Ngantuk nemu kethuk = enak-enak ora nyambut gawe nanging oleh kabegjan
Ngangsu banyu ing kranjang = golek ngelmu nanging ora pinter marga ngelmune
Ngaub ngawar-awar = golek pangayoman marang wongmiskin

Nguwod gedebog = wong nemu kacilakan merga panggawene wong liya
Nguyang lara nempur pati = njarag marang kacilakan

Nguyuh aling-alingan sada = ngumpetake kekurangane, nanging ora murwat lan sranane
Ngabuk wong meteng = milara wong kang tanpa daya
Ngemping lara nggenjah pati = njarag marang kasangsaran
Ngempukake watu item = nganggep remeh prakara abot
Ngemut legining gula = ngrumat baranging liyan, bareng ngreti yen ana gunane banjur dipek dhewe, ora diwenehake sing duwe

Ngenteni timbale watu item = ngarep-arep samubarang kang ora bakal teka
Ngetutake poncoting tapih = melu sapari lungane bojo
Nggepuk kemiri kopong = tumandang gawe kang tanpa pituwas
Nglancipi singating andaka = natang wong kang kawasa
Nglangi ing tengah mati ing pinggir = apa kang digarap tanpa karampungan
Nglumahake, ngurepake = bebesanan anak loro lanang wadon padha nggawa lan padha olehe
Ngarebake sikut = nenonton mung kanggo golek sukan-sukan
Ngrampek-ngrampek kethek = yanak marang wong ala

Ngrangsang-ngrangsang tuna = samubrang kang ginayuh ora kena
Ngrusak oager ayu = ndhemeni bojoning liyan
Nrenggiling api mati = wong ethok-ethok ora ngrungu guneme liyan, nanging sabenere niling-nilingake
Numpal keli = wong lelungan mung nunut kancane
Nusup ngayam alas = wong lelungan kanthi mlebu metu padesan lan ngliwati omah-omahe wong akeh
Nyambung watang putung = ngruunake sedulur kang cecongkrahan
Nyawat mbalang wohe = duwe panpgangkah sarana pitulungane sedulur sing diangkah
Nyeret pring saka pucuk = pagawean gampang malah dingel-ngel

Nyundhang bathang bantheng = ngangkat priyayi turunane bangsa luhur kang wis ora duwe pangawasa
Nyunggi lumpang kentheng = rabi ayu turune wong luhur

Obor blarak = mung sawetara wae
Obah owah = barang dadi becik mbutuhake wragad
Obah mamah = yen gelem makarya, bakale akeh rejeki
Obah ngarep kobet mburi = wani rekasa dhisik, mbesuke bakal kepenak
Opor bebek, mentas dhewek = rampungae saka reka dayane dhewe

Ora ana banyu mili mandhuwur = watak iku tumurun marang anak
Ora ana kukus tanpa geni = ora ana akibta tanpa sebab
Ora gonja ora unus = wis rupane ala, bebudene uga ala

Ora jaman ora makam = ora genah asal kamulane
Ora mambu enthong irus = ora ana sambung rapete bab aluran paseduluran
Ora ngerti kenthang kimpule = ora weruh prakara sing dirembug
Ora polo ora uteg = bodho banget

Ora tembung ora lawung = njupuk barange liyan tanpa jawab
Ora weruh alip bengkonge = ora ngreti aksara
Othak-athik didudut angel = katone sarwa ganpang bareng ditemenani ora ana nyatane
Ora kingan ora udut = ora mangan apa-apa
Ora uwur ora sembur = ora gelem cawe-cawe (aweh pitulung)

Palang mangan tandur = wong kang diwenehi kapercayan njaga nanging malah ngrusak
Pandengan karo srengenge = memungsuhan karo panguwasane
Pandhitane antake = laire katon suci batine ala
Pecruk tunggu bara = wong kang dipasrahi tunggu barang kang dimelik (dadi kesenengane)

Pupur sadurunge benjut = becik jaga-jaga utawa tumindak ngati-ati
Pupur sawise benjut = ngati-ati sawise nemu bebaya
Pinter keblinger busuk ketekuk = sarwa cilaka, tansah kena paeka
Pitik trondhol diumbar ing padaringan = wong miskin dipracaya manggon ing papan kang mubra-mubru pangan

Pupur sawise benjut = tumindak ngati-ati bareng wis ketaman

Raga tanpa mule = rana-rene mung disawiyah, ora kajen
Rupak jagade = ora duwe papan pasrawungan
Rame ing gawe, sepi ing pamrih = gelem tandang gawe ora amarga golek opah
Ramban-ramban tanggung = wong ngira alaning liyan, nanging isih ragu-ragu
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung = sakehing pepalang bisa disingkirake
Rampek-rampek kethek = wong kang nyedhak-nyedhak wong ala, ora wurung oleh piala saka wong iku

Rebut balung tanpa isi = pasulayan marga barang kang sepele
Regem-regem kemarung = wong kang ngrangkani wong liya kang sok nglarani (gawe cilaka)
Renggang gula kumepyur pulut = wong kang raket banget anggone kekancan
Rindhik asu digitik = dikongkon nindakake pegawean kang ora cocog karo kekarepane
Rupa nggendhong rega = merga barange apik mula regane ya larang
Rukun agawa santosa, crah agawe bubrah = yen padha rukun mesthi padha santosa, yen padha congkrah mesthi bakal rusak
Rubuh-rubuh gedhang = wong kang ela-elu tumindake liyan (melu-melu)

Sing salah seleh = sing salah bakal nampa akibate

Sembur-sembur adas, siram-siram bayem = bisa kaleksanan marga pandongane wong akeh
Sadumuk bathuk sanyari bumi = pasulayan dilabuhi toh pati
Satru munggwing cangklakan = wong kang dadi mungsuh ing lingkungan sanak sedulur
Satu munggwing rimbagan = wong loro kang anggone kekancan padha cocoge

Suduk gunting tatu loro = nampa kesusahan (kasangsaran) bareng-bareng (ngiwa nengen)
Sabar sareh mesthi bakal pikoleh = tumindak samubrang aja kesusu
Sabaya pati sabaya mukti = kerukunan nganti tekaning pati

Sadumuk bathuk senyari bumi = pasulayan nganti dilabuhi tekan pati
Sandhing kirik gudhigen = wong kang srawung karo wong ala, ora wurung ketularan alane
Sandhing kebo gupak = wong kang cedhak wong tumindak ala, bisa-bisa katut ala
Sanggar waringin = wong kang dadi pangayomane wong akeh

Sepi ing pamrih rame ing gawe = nindakake pagawean kanthi ora duwe kamelikan apa-apa
Sluman-slumun slamet = sanajan kurang ngati-ati nanging isih diparingi slamet
Sumur lumaku tinimba, gong lumaku tinabuh = wong kang geleme tumandang gawe yen diajak utawa dikancani wong sing wis pinter
Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung = kabar iku mesthi sumebar adoh, lan adoh karo kanyatane

Sapikul sagendhongan = andum barang kanthi kukum kang murwat lan kaanane
Sendhen kayu aking = prakaran gondhelan wong kang wis mati
Singidan nemu macan = dhelikan marga tumindak ala nanging malah kawruhan panggedhene
Si gedheg lan si anthuk = wong loro kang wis padha kangsen tumindak ala bebarengan
Simbar tumrap sela = wong kang uripe ngrekasa, awit ora duwe sumber pangan sing gumathok

Tebu tuwuh socane = wong sing alus lan mans tembunge nanging ala aten-atenane
Tekek mati ulone = wong kang nemoni cilaka marga saka gunemane dhewe
Tembang rawat-rawat, bakul sinambewara = kabar kang durung mesthi salah lan benere
Tulung menthung = katone aweh pitulungan, nanging gawe susah

Tega larane ora tega patine = arepa kaya ngapa sedulur iku perlu dibelani
Tigan kaapit sela = wong kang ana ing sajroning bebaya, tansah was-sumelang atine
Timun jinara = prakara gampang banget

Timun wungkuk jaga imbuh = wong kang kanggo genep-genep (jaga-jaga yen kekurangan)
Timun mungsuh duren = wong ringkih mungsuh wong kuwat
Tuna satak bathi sanak = rugi petung (bandha) nanging tambah sedulur
Tunggal banyu – tunggal guru

Tinggal glanggang colong playu = ora wani tanggung jawab (keplayu ing peperangan)
Tumbak cucukan = wong kang seneng pradul (adu-adu) marang liyan
Tumbu oleh tutup = wong loro sing cocog aten-atenane
Tumper cinawedan, wedang lelaku = wong kang angger duwe bojo, bojone mati (wong kang diseriki kanca-kancane)

Tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati = turune wong cilik bisa dadi wong gedhe, turune wong gedhe ora bisa oleh kalungguhan dhuwur, utawa prakara ala ngambra-ambra dene prakara becik kari sethithik

Tunggak kalingan rone = tilas wong gedhe wis ora katon gedhene utawa luhur pangkate
Tunggak kemadhuh = wong kang maune dadi mungsuh
Tunjung tuwuh ing sela = wong kang maune dadi mungsuh
Thenguk-thenguk nemu kethuk = nyambutgawe sakpenake nanging meksa nemu kabegjan

Ucul saka kudangan = luput karo gegayuhane
Ula marani gitik (gebug) = wong kang njarag marang bebaya
Ulat madhep ati kareb = wis manteb banget kekarepane
Ungak-ungak pager arang = duwe melik marang bojoning liyan
Ulangan cumbon = angger lunga, ora suwe bali maneh

Uyah kecemplung segara = menehi barang sethithik marang wong sugih banget
Undhaking pawarta sudaning kiriman = kabar sing sumebar beda nyatane
Udan tangis = akeh wong sing kesusahan amarga ketaman bencana
Uwod gedebog = wong kang ora kena diprecaya kanggo lantaran rembug

Wastra bedhah kayu pokah = wong nandhang tatu, babak kulite, putung balunge (wong ketula-tula uripe)
Watra lungset ing sampiran = wong pinter ora diguroni wong liya nganti tuwa
Wedi rai wani silit = wanine mung saka mburi, wedi yen adhep-adhepan
Wedhus diumbar ing pakacangan = wong mlarat dipercaya njaga barang pakaremane
Weruh ing grubyug, ora weruh ing rembug = melu-melu tumindak nanging ora ngerti kang dikarepake

Wiwit kuncung nganti gelung = nuduhake wektu sing suwe banget (saka bocah nganti tuwa)
Welsa tanpa alis = arep tetulung (melasi) wong liya nanging malah dadi bilaine
Waras-wiris = sehat
Wong wadon cowek gopel = drajating wong wadon kang ora pangaji
Wis kebak sundukane = wis akeh banget kaluputane


Yuwana mati lena = wong becik nemu cilaka jalaran ora ngati-ati
Yitna yuwana, lena kena = sing ngati-ati bakal slamet, sing sembrana cilaka
Yuyu rumpung mbarong ronge = wong kang nyantosani omahe, amarga wedi diganggu gawe wong liya kang ala pakartine

Yiyidan munggwing rampadan = biyene wong durjana saiki dadi wong alim
Yoga anyangga yogi = murid nirokake piwulange guru

Copas dari DNR,kaki langit dot com