Kamis, 09 Februari 2012

BURUNG VS BONEKA

Oleh : Eko Hastuti

Cerita ini, terjadi di dalam Angkot Jurusan Wonosobo-Limbangan, kira-kira seminggu yang lalu. Saya dibuatnya tercengang.  Setelah lama menunggu penumpang penuh, masuk seorang ibu bersama putrinya yang berumur kurang lebih dua tahunan. Si anak menenteng sebuah mainan (semula kukira mainan). Eh, ternyata sebuah sangkar burung mungil yang di dalamnya juga ada seekor burung Pipit yang bulunya dicat warna-warni.
Sepintas juga saya kira burung-burungan. Eh, ternyata burungnya hidup, mungkin karena lapar atau lelah saja, burung itu nampak lesu, tidak bergairah sama sekali. Dari pada tanda tanyaku terkubur dalam hati tanpa jawaban, aku beranikan menyapa?
“ Suka burung ya, Dhik?”
“Iya, Bu! Tadi sudah saya larang ngga usah beli burung malah nangis. Mau saya belikan boneka juga tidak mau.  Ya, dari pada ngga mau pulang, saya belikan saja burung ini” jawab ibu gadis kecil kesal.
“O…begitu” jawabku tertegun.
Penumpang angkot lainnya pun sepertinya juga keherannan. Kok seperti ada yang ganjil. Perempuan suka mainan anak laki-laki mungkin sudah biasa, atau sebaliknya. Tapi kalau yang disukai seekor burung dalam sangkar kok agak ganjil juga.
Belum reda rasa keheranan terhadap pemandangan itu, masuk penumpang lain (Bapak-bapak dengan seorang anak laki-laki kecil). Dari usianya tidak jauh beda dengan si gadis kecil tadi. Heran juga, anak laki-laki kecil tadi menenteng sebuah boneka agak besar. Sepintas boneka itu seukuran dengan tubuhnya yang mungil. Hem….aneh lagi. Orang-orang pada tertegun untuk yang kedua kalinya. Seorang cowok kecil suka dengan boneka.
“Saya tadi sudah melarang  beli boneka, eh…malah nangis. Saya ganti bola, apa pistul-pistulan tidak mau. Yah, dari pada nangis dan tidak mau pulang, saya belikan saja” kata Si Bapak itu menyerah.
Hem…gadis suka burung, bujang suka boneka. Ada apa fenomena ini? Sepertinya sebuah perlambangan kehidupan yang sangat kontras. Kontradiksi yang nyata terjadi. Seperti juga perbedaan yang sudah menggejala beberapa kurun ini : laki-laki berambut gondrong, beranting-anting, pakai kalung, bahkan ada yang berpakaian layaknya perempuan. Sementara si perempuan : berambut cepak, bercelana jean, tanpa mengenakan asesoris layaknya perempuan. Yah, tomboy lah. Semoga bukan kesalahan persepsi akan emansipasi.
Ya, Alloh…ampunilah kami, bila ini bukan rekomendasi-MU, melenceng dari naluri dan menjadi tanda-tanda sebuah peradaban yang sudah terkontaminasi oleh berbagai tren dunia. Atau memang sudah kehendak-Mu sebagai bukti kuasa-Mu bahwa apa pun yang Engkau kehendaki pasti terjadi. Hanya kalau boleh berharap, tunjukkan kami kebenaran sehingga Nampak di mata kami, antara kemurkaan dan kemuliaan. Waallohua’lam.

Tidak ada komentar: