Selasa, 07 April 2015

DALAM HUJAN

Belum lagi hitungan hari
Kecipak air jatuh menari
menitik di hijaunya daun
yang menahan haus sepanjang taun,
Kau membilas pekatnya debu,
membasuh peluh bermandikan matahari
Teriakan ketika itu,
“ Duhai panasnya Wonosobo akhir - akhir ini?
Kapan hujan menjemput kemarau yang mengibaskan dahaganya
telaga, waduk, sungai, hutan dan ribuan kolam?”
Kapan liukmu pada sungai-sungai dangkal berhias batu kerakal
Menyapa dan mengulum senyum ikan-ikan air tawar
Menjanjikan petani taklagi bermimpi
memetik bulir-bulir padi dan memanen palawija
memanggul sayur mayur yang telah kau guyur
di antara riangnya kanak - kanak bermain denganmu
Kini, ketika belum lagi hitungan hari
Kau dendangkan tembang lawas
dalam deras
Kau teriakkan dari tetes demi tetes
hingga menggemuruh kian keruhkan
kolam, sungai, waduk dan hilangkan haus telaga
Pohon-pohon berseri, tanah merah di sepanjang bukit, tebing dan ngarai
riang bernyanyi
Sungai sibuk menjulurkan mata airmu yang ganas menerjang bebatuan bisu
yang pongah menyapamu
Hingga dalam sekejab lahan tandus mengendus-endus
menanyakan, mengapa kau tak lagi bersahabat seperti dulu
Tebing longsor, jembatan amblas, pohon tumbang, banjir menerjang
dan jalan-jalan berlobang
Hadirmu yang dinanti tlah menjelma bak petaka
menyisakan duka dan penyesalan panjang
renungkan, semua ini salah siapa
Kau adalah hujan yang datangmu selalu dinanti
Kau adalah hujan yang pergimu selalu disesali
Kau adalah anugrah bagi jiwa-jiwa amanah
Kau adalah fitnah bagi jiwa-jiwa serakah
Andai bumi ini lestari, hujan adalah nyanyian alam terindah
bersama rintiknya rezeki ditaburkan
bukan petaka yang ditebarkan
Manggisan Asri, Wonosobo, 11 Desember 2014

Tidak ada komentar: