Rasanya tak tega untuk menuliskan
cerita mungil kali ini. Yah, nenek-nenek sekitar 60-an tahun Kamis, 19 Januari
lalu kecopetan di bus Jurusan Purwokerto.
Kebetulan nenek tersebut bepergian sendirian. Kata nenek, beliau habis
mengunjungi putranya yang tinggal di Temanggung. Mungkin sudah biasa atau
kebetulan putranya tidak bisa mengantar, nenek yang nampak sehat dan segar itu
menempuh perjalanan untuk menengok putra lainnya yang tinggal di Slawi.
Mungkin sudah nasib si Nenek. Bus
yang ditumpanginya berhenti di daerah Selomerto, Wonosobo. Ternyata bus
tersebut lagi nunggu bus jurusan Wonosobo-Purwokerto untuk memindahkan
penumpang. Jadilah seluruh penumpang bus itu pindah ke bus yang kebetulan aku
tumpangi. Wah, penuh sesak akhirnya. Si Nenek mendapat tempat duduk di antara
jok belakang sopir membelakangi kemudi.
Nggak tahu kapan dompet, hp, dan barang lain di tas Nenek dikuras. Tahunya saat
Nenek mau mengambil sapu tangan di tas, tas sudah kosong kecuali sapu tangan
yang dimaksud. Kontan nenek teriak kalau kecopetan. Kira-kira perjalanan baru
mau masuk Klampok. Beberapa penumpang lain yang peduli mengibur Nenek yang terus menangis
tersedu-sedu. Ada yang menghibur, “Sudah lah Nek, Nenek itu sedang diuji oleh
Alloh. Sudah diikhlaskan saja, nanti dapat gantinya yang lain”. Sopir pun ikut
berkomentar, “ Tadi itu lho Nek, yang naik bareng-bareng saat pindah bus,
copetnya ada kalau delapan orang. Sudah pada turun tadi”. Ibu-ibu yang lain
langsung nyerobot, “ Lha tahu copet kok dinaikkan ta!” ujar Ibu-ibu ikut sewot.
Kondektur pun tak mau ketinggalan, “ Lha, gimana mau nglarang naik, orang
naiknya langsung berdesakan sama penumpang pindahan dari bus besar tadi” kata kondektur membela diri. Si
Sopir juga ikut menguatkan, “Tapi, kalau bus Wonosobo-Purwokerto sudah tidak
ada copetnya kok, sudah ditembaki kakinya sama polisi, sampai bolong-bolong”.
Si Nenek tetap tidak berhenti
menangis, malah semakin tersedu-sedu. Kata Nenek, di dompetnya banyak
surat-surat penting, buku tabungan, kartu ATM, dan sedikit perhiasan. Nenek
takut kalau uangnya yang di rekening dikuras habis karena ATMnya ikut diambil. “
Nggak usah khawatir Nek! Walaupun pegang ATM kalau tidak tahu no PIN-nya tidak
bisa diambil. Nanti kalau sampai ke Slawi, suruh putranya lapor ke Bank biar
diblokir” kata Sopir menghibur. Nenek tetap menangis, kami baru sadar kalau Si
Nenek bingung mau naik bus berikutnya pakai apa, orang dhuitnya habis semua.
Akhirnya, spontan kami yang peduli
memberi Nenek uang seikhlasnya. Barulah Si Nenek berhenti menangis, dan
takhenti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada kami yang membantunya barang
sedikit. “ Kirain di Jakarta aja banyak orang jahat, di daerah ternyata ada
orang jahat juga ya?” begitu komentar Nenek denganku yang kebetulan jadi duduk
bersebelahan. “ Iya Nek, di mana pun kita musti hati-hati. Ngga di kota besar
saja, di kota kecil pun kita harus tetap hati-hati”. Akhirnya, bus sampai
terminal Purwokerto. Nenek lalu pindah ke bus Jurusan Tegal. “Hati-hati ya, Nek!
Semoga selamat sampai Slawi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar