Keluhan Ka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Drs. Soebagyo Brotosedjati MPd ketika membuka Penataran Peningkatan Pemahaman Bahasa Jawa bagi Guru SD/MI dan SLTP di Kab. Tegal bahwa kondisi pemakaian bahasa Jawa dewasa ini memang cukup memrihatinkan, memang sesuai dengan kenyataan di lapangan. Keluhan serupa juga mencuat dari berbagai kalangan , seperti masyarakat, orang tua dan guru. Bahkan ada segelintir masyarakat yang lalu beranggapan bahwa bahasa Jawa seolah-olah “ sudah ditinggalkan”. Ungkapan yang ekstrim dari para “sepuh” etnik Jawa antara lain bahasa Jawa telah rusak; bahasa Jawa tidak keruan dan sebagainya (Sudharto MA, Inspitaror No.152). Pengajaran bahasa Jawa pun ibarat pepatah hidup segan mati tak mau. Hal yang tidak dapat dipungkiri lagi adalah kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Jawa juga semakin memprihatinkan.
Berdasarkan pada kondisi tersebut dipandang perlu guru menggunakan model pembelajaran yang komunikatif. Hal ini tidak lain untuk mengantisipasi keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh orang tua siswa, para siswa itu sendiri, bahkan guru yang bersangkutan bahwa pelajaran bahasa Jawa itu sulit. Dengan predikat “muatan lokal” menurut Astini Su’udi, seharusnya bahasa Jawa mengemban misi yang tercantum dalam kurikulum muatan lokal, yakni memberi bekal kepada siswa dalam menghadapi masa depan (seandainya putus sekolah). Namun kenyataannya , siswa lulusan SLTP belum mampu melakukan komunikasi dalam bahasa Jawa dengan baik dan benar. Kondisi ini sungguh ironis, mengingat “Hakekat kurikulum muatan lokal merupakan upaya untuk menjebatani siswa dengan orang dewasa di dalam suatu proses melestarikan dan mengembangkan lingkungan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang semakin berkembang (Muzakim, Inspirator No. 100 Maret 2001)”.
Paradigma Baru
Menurut Astini Su’udi perlu adanya paradigma baru dalam pembelajaran bahasa Jawa. Hal ini disebabkan karena materi pembelajaran bahasa Jawa selama ini dipandang tidak “mendunia”, sehingga asing bagi siswa. Paradigma baru tersebut adalah perlunya guru bahasa Jawa mempunyai kesamaan visi dalam memilih materi ajar yang benar-benar berguna bagi siswa. Pengajaran yang selama ini berbasis tata bahasa (dengan pendekatan struktural) diganti menjadi berbasis tindak tutur. Materi yang jauh dari siswa dibuat yang dekat dengan siswa. Untuk ragam bahasa Jawa yang perlu diajarkan adalah ragam bahasa Jawa krama mengingat sebagian besar siswa adalah berbahasa ibu bahasa Jawa yang nota bene sudah dapat berbahasa Jawa ngoko.
Pembelajaran bahasa Jawa selama ini, menurut Esti Sudi Utami masih menunjukkan kelemahan di berbagai aspek. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya : 1) latihan-latihan yang diberikan guru cenderung hafalan, tidak untuk mengembangkan daya pikir, 2) mementingkan penerapan struktur dan tata bahasa. Pengajaran yang seperti ini hanya cocok untuk pengajaran teori sastra. Namun perlu diketahui bahwa hanya segelintir saja dari siswa kita yang berminat mempelajari teori sastra Jawa. Kondisi ini mencerminkan bahwa kurikulum 1994 belum dilaksanakan sepenuhnya di lapangan.
Sementara itu, Hardiyanto membandingkan situasi kebahasaan siswa dalam berbahasa Jawa saat ini ibarat seekor ikan yang tidak dapat berenang dan bernafas karena tidak ada air. Oleh karena itu hal terpenting dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah menggunakan ragam santun (krama). Dengan demikian si ikan mempunyai ruang untuk bergerak atau bernafas. Si ikan juga dapat menunjukkan keindahan gerakan, karena air yang melimpah tadi. Lebih baik lagi apabila buku pegangan siswa juga dibuat dengan ragam krama. Kegunaan ragam krama sebagai pengantar pembelajaran maupun dalam buku ajar tidak masalah, karena berdasarkan hasil pengamatan, bahasa krama hampir sama penggunaannya untuk daerah Jawa Tengah. Penggunaan ragam bahasa krama dalam buku teks pegangan siswa akan membantu memperbaiki situasi bahasa Jawa siswa.
Menanggapi kondisi bahasa Jawa dewasa ini, Sudharto MA, Ketua PD I PGRI Jawa Tengah, yang juga merupakan pakar bahasa Jawa menandaskan bahwa seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Th 1999, pelajaran bahasa Jawa menjadi mata pelajaran muatan lokal di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini tentu saja mempengaruhi pembelajaran bahasa Jawa, mengingat alokasi waktu yang sangat sedikit, bahan ajar yang terlalu sukar dan sarana yang tidak memadai, sementara kemampuan guru dalam proses pembelajaran pun masih rendah. Akibat dari itu semua proses pembelajaran bahasa Jawa menjadi tidak menarik/membosankan, bahkan mata pelajaran bahasa Jawa menjadi momok yang menakutkan. Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Sudharto MA, adalah “Bahasa Jawa yang diajarkan untuk dikuasai oleh para peserta didik adalah bahasa Jawa yang hidup sebagai alat komunikasi efektif pada masa sekarang, bukan bahasa Jawa yang hidup dan dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Kerajaan Surakarta dan Ngayogyakarta” ( Inspirator No. 152 November 2002)”.
Pendekatan Komunikatif
Pembelajaran bahasa Jawa pada dasarnya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Jawa sehingga siswa dapat menggunakan bahasa tersebut dalam berbagai fungsi. Tujuan pembelajarannya pun meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hakekat pembelajaran bahasa Jawa sebagai suatu alat komunikasi tertentu telah tertuang dalam ketrampilan pemahaman dan pengungkapan pikiran. Ketrampilan pemahaman terdiri dari menyimak dan membaca, yang merupakan ketrampilan reseptif. Sedangkan ketrampilan mengungkapkan pikiran terdiri dari berbicara dan menulis, yang merupakan ketrampilan produktif.
Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang mengutamakan komunikasi dalam proses pembelajaran dan bertujuan agar siswa dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar dalam berbagai fungsi. Hal ini dapat dicapai apabila perencanaan pembelajaran mempertimbangkan situasi kebahasaan siswa dan materi yang diajarkannya pun dapat membantu siswa memperoleh ketrampilan berbahasa dan kematangan sosial.
Menurut Esti Sudi Utami, ada dua hal yang paling mendasar dalam pendekatan komunikatif, yaitu ; 1) kebermaknaan dari setiap bentuk bahan yang dipelajari, 2) bentuk, ragam dan makna bahasa berhubungan dengan system dan konteks bahasa itu. Ada beberapa metode pembelajaran yang lebih aktif , seperti seminar kelompok, proyek kerja kelompok, tutorial individual atau paket pengajaran mandiri yang dapat digunakan dalam pendekatan ini. Dalam pembelajaran bahasa , anak dituntut mempunyai empat ketrampilan berbahasa, yakni menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Oleh karena itu , guru dalam proses pembelajaran agar lebih menekankan pada 4 ketrampilan berbahasa tersebut. Kemampuan berbahasa Jawa siswa sesuai kurikulum 1994 meliputi komponen kebahasaan, komponen pemahaman dan komponen penggunaan. Komponen kebahasaan tidak menjadi tujuan utama dalam pembelajaran , tetapi hanya sebagai prasyarat melakukan kegiatan berbahasa.
Komponen pemahaman tercermin dalam kegiatan menyimak dan membaca, sedangkan komponen penggunaan tercermin dalam kegiatan berbicara dan menulis. Karena itu , tes bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi tes menyimak , tes membaca , tes berbicara dan tes menulis. Mulai diberlakukannya ujian praktek bahasa Jawa ini ( 2003) rasanya memberi angin segar dalam upaya pembelajaran bahasa Jawa yang komunikatif. Jadi tolok ukur penilaian bahasa Jawa tidak hanya penguasaan bahasa saja tetapi semua unsur ketrampilan berbahasa.
Media pembelajaran sangat diperlukan dalam pembelajaran bahasa Jawa melalui pendekatan komunikatif. Yang dimaksud media pembelajaran bahasa adalah suatu alat atau sarana agar proses KBM menjadi lebih mudah, menarik, serta memenuhi syarat efektif efisien. Menurut Yusra Edy N, media pembelajaran tsb dapat berupa ; 1) media suara “audio” berupa suara guru atau kaset, 2) media gambar “visual” berupa Koran, majalah, buku, poster dll yang digunakan dalam model pembelajaran mengarang atau bercerita, 3) media suara dan gambar “audio visual” berupa TV, VCD ,dll yang merupakan perpaduan suara dan gambar.
Daftar Pustaka :
Muzakim, 2001, Dasar-Dasar Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal, Semarang : Inspirator No. 100/II.
Sudharto, MA, 2002, Mengatasi Pembelajaran Bahasa Jawa yang Semakin dijauhi Generasi Muda, Semarang : Inspirator No.152/IV
UU No. 2 /1989, Sistem Pendidikan Nasional.
-------, 1994, GBPP SLTP Mata Pelajaran Bahasa Jawa , Semarang : Depdikbud.
-------, 1994, Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Dasar Propinsi Jawa Tengah, Semarang : Depdikbud.
-------, 2002, Materi Pelatihan Guru Bahasa Jawa SLTP Tingkat Prop. Jateng, Semarang : Proyek Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan Jateng.
Berdasarkan pada kondisi tersebut dipandang perlu guru menggunakan model pembelajaran yang komunikatif. Hal ini tidak lain untuk mengantisipasi keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh orang tua siswa, para siswa itu sendiri, bahkan guru yang bersangkutan bahwa pelajaran bahasa Jawa itu sulit. Dengan predikat “muatan lokal” menurut Astini Su’udi, seharusnya bahasa Jawa mengemban misi yang tercantum dalam kurikulum muatan lokal, yakni memberi bekal kepada siswa dalam menghadapi masa depan (seandainya putus sekolah). Namun kenyataannya , siswa lulusan SLTP belum mampu melakukan komunikasi dalam bahasa Jawa dengan baik dan benar. Kondisi ini sungguh ironis, mengingat “Hakekat kurikulum muatan lokal merupakan upaya untuk menjebatani siswa dengan orang dewasa di dalam suatu proses melestarikan dan mengembangkan lingkungan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang semakin berkembang (Muzakim, Inspirator No. 100 Maret 2001)”.
Paradigma Baru
Menurut Astini Su’udi perlu adanya paradigma baru dalam pembelajaran bahasa Jawa. Hal ini disebabkan karena materi pembelajaran bahasa Jawa selama ini dipandang tidak “mendunia”, sehingga asing bagi siswa. Paradigma baru tersebut adalah perlunya guru bahasa Jawa mempunyai kesamaan visi dalam memilih materi ajar yang benar-benar berguna bagi siswa. Pengajaran yang selama ini berbasis tata bahasa (dengan pendekatan struktural) diganti menjadi berbasis tindak tutur. Materi yang jauh dari siswa dibuat yang dekat dengan siswa. Untuk ragam bahasa Jawa yang perlu diajarkan adalah ragam bahasa Jawa krama mengingat sebagian besar siswa adalah berbahasa ibu bahasa Jawa yang nota bene sudah dapat berbahasa Jawa ngoko.
Pembelajaran bahasa Jawa selama ini, menurut Esti Sudi Utami masih menunjukkan kelemahan di berbagai aspek. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya : 1) latihan-latihan yang diberikan guru cenderung hafalan, tidak untuk mengembangkan daya pikir, 2) mementingkan penerapan struktur dan tata bahasa. Pengajaran yang seperti ini hanya cocok untuk pengajaran teori sastra. Namun perlu diketahui bahwa hanya segelintir saja dari siswa kita yang berminat mempelajari teori sastra Jawa. Kondisi ini mencerminkan bahwa kurikulum 1994 belum dilaksanakan sepenuhnya di lapangan.
Sementara itu, Hardiyanto membandingkan situasi kebahasaan siswa dalam berbahasa Jawa saat ini ibarat seekor ikan yang tidak dapat berenang dan bernafas karena tidak ada air. Oleh karena itu hal terpenting dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah menggunakan ragam santun (krama). Dengan demikian si ikan mempunyai ruang untuk bergerak atau bernafas. Si ikan juga dapat menunjukkan keindahan gerakan, karena air yang melimpah tadi. Lebih baik lagi apabila buku pegangan siswa juga dibuat dengan ragam krama. Kegunaan ragam krama sebagai pengantar pembelajaran maupun dalam buku ajar tidak masalah, karena berdasarkan hasil pengamatan, bahasa krama hampir sama penggunaannya untuk daerah Jawa Tengah. Penggunaan ragam bahasa krama dalam buku teks pegangan siswa akan membantu memperbaiki situasi bahasa Jawa siswa.
Menanggapi kondisi bahasa Jawa dewasa ini, Sudharto MA, Ketua PD I PGRI Jawa Tengah, yang juga merupakan pakar bahasa Jawa menandaskan bahwa seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Th 1999, pelajaran bahasa Jawa menjadi mata pelajaran muatan lokal di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini tentu saja mempengaruhi pembelajaran bahasa Jawa, mengingat alokasi waktu yang sangat sedikit, bahan ajar yang terlalu sukar dan sarana yang tidak memadai, sementara kemampuan guru dalam proses pembelajaran pun masih rendah. Akibat dari itu semua proses pembelajaran bahasa Jawa menjadi tidak menarik/membosankan, bahkan mata pelajaran bahasa Jawa menjadi momok yang menakutkan. Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Sudharto MA, adalah “Bahasa Jawa yang diajarkan untuk dikuasai oleh para peserta didik adalah bahasa Jawa yang hidup sebagai alat komunikasi efektif pada masa sekarang, bukan bahasa Jawa yang hidup dan dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Kerajaan Surakarta dan Ngayogyakarta” ( Inspirator No. 152 November 2002)”.
Pendekatan Komunikatif
Pembelajaran bahasa Jawa pada dasarnya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Jawa sehingga siswa dapat menggunakan bahasa tersebut dalam berbagai fungsi. Tujuan pembelajarannya pun meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hakekat pembelajaran bahasa Jawa sebagai suatu alat komunikasi tertentu telah tertuang dalam ketrampilan pemahaman dan pengungkapan pikiran. Ketrampilan pemahaman terdiri dari menyimak dan membaca, yang merupakan ketrampilan reseptif. Sedangkan ketrampilan mengungkapkan pikiran terdiri dari berbicara dan menulis, yang merupakan ketrampilan produktif.
Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang mengutamakan komunikasi dalam proses pembelajaran dan bertujuan agar siswa dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar dalam berbagai fungsi. Hal ini dapat dicapai apabila perencanaan pembelajaran mempertimbangkan situasi kebahasaan siswa dan materi yang diajarkannya pun dapat membantu siswa memperoleh ketrampilan berbahasa dan kematangan sosial.
Menurut Esti Sudi Utami, ada dua hal yang paling mendasar dalam pendekatan komunikatif, yaitu ; 1) kebermaknaan dari setiap bentuk bahan yang dipelajari, 2) bentuk, ragam dan makna bahasa berhubungan dengan system dan konteks bahasa itu. Ada beberapa metode pembelajaran yang lebih aktif , seperti seminar kelompok, proyek kerja kelompok, tutorial individual atau paket pengajaran mandiri yang dapat digunakan dalam pendekatan ini. Dalam pembelajaran bahasa , anak dituntut mempunyai empat ketrampilan berbahasa, yakni menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Oleh karena itu , guru dalam proses pembelajaran agar lebih menekankan pada 4 ketrampilan berbahasa tersebut. Kemampuan berbahasa Jawa siswa sesuai kurikulum 1994 meliputi komponen kebahasaan, komponen pemahaman dan komponen penggunaan. Komponen kebahasaan tidak menjadi tujuan utama dalam pembelajaran , tetapi hanya sebagai prasyarat melakukan kegiatan berbahasa.
Komponen pemahaman tercermin dalam kegiatan menyimak dan membaca, sedangkan komponen penggunaan tercermin dalam kegiatan berbicara dan menulis. Karena itu , tes bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi tes menyimak , tes membaca , tes berbicara dan tes menulis. Mulai diberlakukannya ujian praktek bahasa Jawa ini ( 2003) rasanya memberi angin segar dalam upaya pembelajaran bahasa Jawa yang komunikatif. Jadi tolok ukur penilaian bahasa Jawa tidak hanya penguasaan bahasa saja tetapi semua unsur ketrampilan berbahasa.
Media pembelajaran sangat diperlukan dalam pembelajaran bahasa Jawa melalui pendekatan komunikatif. Yang dimaksud media pembelajaran bahasa adalah suatu alat atau sarana agar proses KBM menjadi lebih mudah, menarik, serta memenuhi syarat efektif efisien. Menurut Yusra Edy N, media pembelajaran tsb dapat berupa ; 1) media suara “audio” berupa suara guru atau kaset, 2) media gambar “visual” berupa Koran, majalah, buku, poster dll yang digunakan dalam model pembelajaran mengarang atau bercerita, 3) media suara dan gambar “audio visual” berupa TV, VCD ,dll yang merupakan perpaduan suara dan gambar.
Daftar Pustaka :
Muzakim, 2001, Dasar-Dasar Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal, Semarang : Inspirator No. 100/II.
Sudharto, MA, 2002, Mengatasi Pembelajaran Bahasa Jawa yang Semakin dijauhi Generasi Muda, Semarang : Inspirator No.152/IV
UU No. 2 /1989, Sistem Pendidikan Nasional.
-------, 1994, GBPP SLTP Mata Pelajaran Bahasa Jawa , Semarang : Depdikbud.
-------, 1994, Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Dasar Propinsi Jawa Tengah, Semarang : Depdikbud.
-------, 2002, Materi Pelatihan Guru Bahasa Jawa SLTP Tingkat Prop. Jateng, Semarang : Proyek Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan Jateng.
Catatan : *) Penulis adalah Guru Bahasa Jawa pada SLTPN I Wonosobo
2 komentar:
berkunjung...sambil baca2
Yth. Bu Eko Hastuti
Kami mengajak saudari untuk bergabung dengan Agupena.
Maksih
Posting Komentar