Menurut
Imam Subkhan, S.Pd, “ Pendidikan karakter dapat ditempuh melalui berbagai
kegiatan pada jalur ekstrakurikuler “ (Suara Merdeka, 24 September 2011). “
Dengan mewajibkan siswa mengikuti salah atu kegiatan ekstrakurikuler yang
diminati, maka penanaman nilai-nilai, tanggung jawab, kreatifitas, kemandirian,
keberanian, sikap empati, dan kepedulian sosial dapat terpatri lebih kuat pada
diri siswa, “ imbuhnya.
Pendapat
tersebut memang benar. Implementasi pendidikan karakter di lingkup satuan
pendidikan dapat melalui beberapa kegiatan. Di samping diintegrasi dalam semua
mata pelajaran, juga melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan
lain berupa pengembangan budaya sekolah dan pembiasaan perilaku dalam kehidupan
di lingkungan sekolah. Pembelajaran yang bermuatan karakter tidak hanya pada
ranah kognitif tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengalaman nyata dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik di lingkungan masyarakat. Hal ini bertujuan
agar peserta didik secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan merealisasi nilai-nilai karakter dan aklhak mulia sehingga
terwujud pada perilaku sehari-hari. Sedangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler,
peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab,
sosial. potensi dan prestasi paserta didik.
Ekstra
Jurnalistik
Ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar mata pelajaran untuk
membantu mengembangkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat
dan minat masing-masing. Hampir di setiap sekolah telah melaksanakan kegiatan
ini. Pada umumnya ekstrakurikuler kepramukaan menjadi ekstrakurikuler wajib. Kegiatan
ekstra pramuka bertujuan untuk menyiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin
bangsa yang memiliki watak, kepribadian dan akhlak mulia serta keterampilan
hidup prima. Ekstra pilihan seperti Pembinaan OSN, KIR, PMR, Dokter Kecil,
Tari, Teater, Qiroah, Rebana, Sepak Bola, Basket, Karawitan, Jurnalistik, dan
lain-lain juga mempunyai peran yang sama dalam pembentukan karakter peserta
didik. Yang berbeda hanya pada ranah yang dikembangkan. Misalnya, ekstra sepak
bola dan basket lebih ke ranah psikomotor sebagai hasil dari olah raga. Ekstra
tari dan rebana mengacu ke ranah afektif sebagai hasil olah rasa. Sedangkan
ekstra jurnalistik dapat masuk ke ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Mukh
Doyin, Dosen FBS UNNES saat mendengar kata jurnalistik, terpikirkan empat hal
yaitu menyangkut (1) dunia tulis-menulis, (2) dunia cetak-mencetak, (3) ragam
bahasa jurnalistik, dan (4) bentuk-bentuk tulisan jurnalistik. Dari empat hal
tersebut lalu disimpulkan bahwa dunia jurnalistik adalah dunia menulis, mulai
dari bagaimana memproduksi tulisan, seperti apa bentuk tulisan yang diproduksi,
sampai kemudian bagaimana mengomunikasikan tulisan-tulisan tersebut. Hal ini
sesuai dengan definisi jurnalistik pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu yang
menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. Kewartawanan itu sendiri
mengandung maksud pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan
berita dalam surat kabar dsbnya.
Menurut
Mukh Doyin, dunia jurnalistik dalam dunia siswa mencakupi dunia tulis-menulis
dan dunia penerbitan. Namun, yang dimaksud dengan menulis dan penerbitan ini
sesungguhnya tidak hanya dibatasi pada dunia jurnalistik yang sebenarnya.
Ketika kita berbicara tentang menulis, di mata siswa, tentu diartikan sebagai
menulis apa saja, mulai dari menulis jurnalistik sampai dengan menulis karya
sastra. Ketika kita berbicara masalah penerbitan, misalnya majalah sekolah atau
majalah dinding, tentu di dalamnya juga tercakupi berbagai bentuk tulisan,
mulai dari tulisan ilmiah (populer), tulisan jurnalistik, sampai dengan tulisan
fiksi; bahkan termasuk juga di dalamnya non tulisan, seperti kartun, vignet,
dan karikatur; atau gabungan keduanya, seperti tampak dalam cerita bergambar.
Menulis
bentuk apa saja, bagi peserta didik menjadi
media meningkatkan dan mengembangkan minat, bakat, serta potensinya dalam
bidang tulis-menulis. Kegiatan menulis merupakan kegiatan olah pikir karena
berkaitan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara
kritis, kreatif, dan inovatif. Menulis juga harus jujur dan sopan karena
terikat kode etik jurnalistik. Untuk menghasilkan tulisan yang baik dan
indah itu bukanlah hal yang mudah. Perlu kerja keras
mulai dari kegagalan demi kegagalan, kesulitan demi kesulitan. Hanya mereka
yang mau banyak membaca dan banyak belajar menulis yang akan dapat menghasilkan
tulisan yang baik dan menarik. Jurnalistik di sekolah dimanfaatkan untuk
sosialisasi, ajang berprestasi, dan ajang kompetisi. Wadah yang paling
sederhana adalah majalah dinding. Majalah dinding adalah kumpulan tulisan
dengan pola dan konsensus tertentu untuk dipajang di dinding sehingga terbaca
oleh banyak orang. Selain majalah dinding juga bisa dengan media koran dinding
atau lebih meningkat lagi berupa majalah sekolah. “ Majalah sekolah bagi siswa
tidak hanya sebagai sarana berlatih dan bersosialisasi, tetapi juga dapat meningkatkan “nasionalisme” atau minimal
prestise sekolah. Kebanggaan anak pada sekolah dapat dipupuk melalui terbitnya
majalah sekolah , “ kata jelas Mukhdoyin.
Menulis
merupakan sebuah keterampilan yang diperoleh dengan pelatihan yang terus
menerus, bukan sesuatu yang instan. Maka
doronglah siapa pun yang ingin belajar menulis karena ketika belajar menulis
banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai karakter dari
kegiatan jurnalistik antara lain jujur, bertanggungjawab, kreatif, kritis,
inovatif, percaya diri, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mandiri, keberanian,
gemar membaca dan menulis dan mampu berkomunikasi secara efektif dan santun,
serta memiliki kepedulian soial yang tinggi.
(Eko
Hastuti, Guru SMPN 1 Wonosobo, Pembimbing Ekstra Jurnalistik, mahasiswa MM
UNSOED Purwokerto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar