Sabtu, 05 November 2011

Pendidikan Karakter Melalui Ekstrakurikuler Jurnalistik

Menurut Imam Subkhan, S.Pd, “ Pendidikan karakter dapat ditempuh melalui berbagai kegiatan pada jalur ekstrakurikuler “ (Suara Merdeka, 24 September 2011). “ Dengan mewajibkan siswa mengikuti salah atu kegiatan ekstrakurikuler yang diminati, maka penanaman nilai-nilai, tanggung jawab, kreatifitas, kemandirian, keberanian, sikap empati, dan kepedulian sosial dapat terpatri lebih kuat pada diri siswa, “ imbuhnya.
Pendapat tersebut memang benar. Implementasi pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan dapat melalui beberapa kegiatan. Di samping diintegrasi dalam semua mata pelajaran, juga melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan lain berupa pengembangan budaya sekolah dan pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan sekolah. Pembelajaran yang bermuatan karakter tidak hanya pada ranah kognitif tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik di lingkungan masyarakat. Hal ini bertujuan agar peserta didik secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan merealisasi nilai-nilai karakter dan aklhak mulia sehingga terwujud pada perilaku sehari-hari. Sedangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab, sosial. potensi dan prestasi paserta didik.

Ekstra Jurnalistik
Ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar mata pelajaran untuk membantu mengembangkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat masing-masing. Hampir di setiap sekolah telah melaksanakan kegiatan ini. Pada umumnya ekstrakurikuler kepramukaan menjadi ekstrakurikuler wajib. Kegiatan ekstra pramuka bertujuan untuk menyiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima. Ekstra pilihan seperti Pembinaan OSN, KIR, PMR, Dokter Kecil, Tari, Teater, Qiroah, Rebana, Sepak Bola, Basket, Karawitan, Jurnalistik, dan lain-lain juga mempunyai peran yang sama dalam pembentukan karakter peserta didik. Yang berbeda hanya pada ranah yang dikembangkan. Misalnya, ekstra sepak bola dan basket lebih ke ranah psikomotor sebagai hasil dari olah raga. Ekstra tari dan rebana mengacu ke ranah afektif sebagai hasil olah rasa. Sedangkan ekstra jurnalistik dapat masuk  ke ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Mukh Doyin, Dosen FBS UNNES saat mendengar kata jurnalistik, terpikirkan empat hal yaitu menyangkut (1) dunia tulis-menulis, (2) dunia cetak-mencetak, (3) ragam bahasa jurnalistik, dan (4) bentuk-bentuk tulisan jurnalistik. Dari empat hal tersebut lalu disimpulkan bahwa dunia jurnalistik adalah dunia menulis, mulai dari bagaimana memproduksi tulisan, seperti apa bentuk tulisan yang diproduksi, sampai kemudian bagaimana mengomunikasikan tulisan-tulisan tersebut. Hal ini sesuai dengan definisi jurnalistik pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. Kewartawanan itu sendiri mengandung maksud pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam surat kabar dsbnya.
Menurut Mukh Doyin, dunia jurnalistik dalam dunia siswa mencakupi dunia tulis-menulis dan dunia penerbitan. Namun, yang dimaksud dengan menulis dan penerbitan ini sesungguhnya tidak hanya dibatasi pada dunia jurnalistik yang sebenarnya. Ketika kita berbicara tentang menulis, di mata siswa, tentu diartikan sebagai menulis apa saja, mulai dari menulis jurnalistik sampai dengan menulis karya sastra. Ketika kita berbicara masalah penerbitan, misalnya majalah sekolah atau majalah dinding, tentu di dalamnya juga tercakupi berbagai bentuk tulisan, mulai dari tulisan ilmiah (populer), tulisan jurnalistik, sampai dengan tulisan fiksi; bahkan termasuk juga di dalamnya non tulisan, seperti kartun, vignet, dan karikatur; atau gabungan keduanya, seperti tampak dalam cerita bergambar.
Menulis bentuk apa saja, bagi peserta didik  menjadi media meningkatkan dan mengembangkan minat, bakat, serta potensinya dalam bidang tulis-menulis. Kegiatan menulis merupakan kegiatan olah pikir karena berkaitan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Menulis juga harus jujur dan sopan karena terikat kode etik jurnalistik. Untuk menghasilkan tulisan yang baik dan indah  itu  bukanlah hal yang mudah. Perlu kerja keras mulai dari kegagalan demi kegagalan, kesulitan demi kesulitan. Hanya mereka yang mau banyak membaca dan banyak belajar menulis yang akan dapat menghasilkan tulisan yang baik dan menarik. Jurnalistik di sekolah dimanfaatkan untuk sosialisasi, ajang berprestasi, dan ajang kompetisi. Wadah yang paling sederhana adalah majalah dinding. Majalah dinding adalah kumpulan tulisan dengan pola dan konsensus tertentu untuk dipajang di dinding sehingga terbaca oleh banyak orang. Selain majalah dinding juga bisa dengan media koran dinding atau lebih meningkat lagi berupa majalah sekolah. “ Majalah sekolah bagi siswa tidak hanya sebagai sarana berlatih dan bersosialisasi, tetapi juga  dapat meningkatkan “nasionalisme” atau minimal prestise sekolah. Kebanggaan anak pada sekolah dapat dipupuk melalui terbitnya majalah sekolah , “ kata jelas Mukhdoyin.

Menulis merupakan sebuah keterampilan yang diperoleh dengan pelatihan yang terus menerus, bukan sesuatu  yang instan. Maka doronglah siapa pun yang ingin belajar menulis karena ketika belajar menulis banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai karakter dari kegiatan jurnalistik antara lain jujur, bertanggungjawab, kreatif, kritis, inovatif, percaya diri, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mandiri, keberanian, gemar membaca dan menulis dan mampu berkomunikasi secara efektif dan santun, serta memiliki kepedulian soial yang tinggi.
(Eko Hastuti, Guru SMPN 1 Wonosobo, Pembimbing Ekstra Jurnalistik, mahasiswa MM UNSOED Purwokerto)




Tidak ada komentar: