Warga baru yang satu ini memang istimewa. Perawakannya jangkung dan berotot. Sorot matanya tajam mencerminkan bahwa ia cerdik. Walaupun tanpa embel-embel gelar, nampak Si Jangkung ini mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman. Terlihat dari nada bicaranya, selalu saja kata-katanya yang berbobot meluncur begitu deras. Dari masalah ekonomi, politik, agama bahkan tentang pendidikan pun ia bisa bercerita ‘ndangkik-ndangkik’ yang membuat banyak orang terkagum-kagum padanya.
Kalau dilihat dari namanya, sebenarnya tidak istimewa. Hanya saja ‘ Slamet ‘ yang satu ini memang lain. Ketenarannya mengalahkan Slamet Rumput yang sudah lebih dulu dikenal banyak orang sebagai pemangkas rumput. Dengan modal mesin pemangkas rumput, Slamet menerima order dari mana pun yang membutuhkan jasanya. Makanya ketika PT Jamur Jaya tempatnya bekerja mem-PHK-kannya ia tak begitu bingung. Berbeda lagi dengan Slamet Pensiunan. Slamet Pensiunan adalah warga tertua di perumahan itu. Oleh banyak orang Slamet Pensiunan dijadikan tempat bertanya dan berdialog. Keseniorannya dalam menghadapi berbagai problema kehidupan menunjukkan bahwa Slamet Pensiunan memang sudah banyak makan asam garamnya kehidupan. Anehnya semenjak Slamet Baru ini datang, sebagian besar orang berpaling. Orang-orang itu lebih percaya dengan perkataan Slamet Baru dari pada nasehat Slamet Pensiunan. Hebatnya lagi, Slamet Baru ini juga berhasil meng-KO Slamet Satpam yang perawakannya sama-sama tinggi. Bedanya Slamet Satpam akhir-akhir ini nampak loyo dan tidak gagah lagi. Bagaimana tidak, PT Jamur Jaya mengistirahatkannya dalam jangka waktu yang tidak jelas akibat perusahaan dirundung kesulitan keuangan yang sangat berkepanjangan. Praktis, Si Slamet Baru ini kelihatan lebih gagah dan berenergi. Demikian juga, Slamet Sintrik yang selama ini ‘kondang’ dengan kelihaiannya di bidang mesin dan listrik tiba-tiba ikut tenggelam oleh ketenaran Slamet baru ini. Sebagai teknisi PT Jamur Jaya, Slamet Sintrik ikut dirumahkan sementara. Dengan modal keahliannya, sebenarnya Slamet Sintrik tidak perlu bingung cari kerjaan. Order dari mana-mana datang padanya. Bahkan kadang-kadang sampai kewalahan menerima order. Ada saja tetangga yang minta dibetulkan seterikanya yang rusak, TV yang bersemut, radio yang ngadat. Ada juga tetangga yang minta dibetulkan sekering listriknya yang terbakar.
Belum genap satu bulan, Slamet telah menyabet rekor ‘orang terpopuler’ di RSS Manggisan Sari. Keahliannya membuat es krim yang lezat telah menghipnotis anak-anak yang memang konsumen terbesar jenis es krim ini. Tiap hari, pagi, siang, hingga sore rumah kontrakan Slamet Es Krim seperti ‘ pasar tiban’. Tidak hanya anak-anak, orang-orang tua pun ikut ‘ngrubung’. Sebagian lainnya penasaran melihat caranya membuat es krim. Sebagian yang lain, entah apa lagi. Yang jelas, tampak dari luar, rumah kontrakan Slamet Es Krim semakin semarak. Grobag es yang sewaktu datang pertama kali Cuma satu. Namun, sekarang sudah ada delapan buah. Satu gerobag katanya seharga Rp.500.000,-
Tidak hanya itu saja Slamet Es Krim juga terus memperbaiki rumah kontrakannya. Cat tembok yang kelihatan kusam dicatnya hingga putih bersih. Jendela, pintu, dan kusen-kusen dicat dengan warna biru. Tak ketinggalan halaman depan pun diplester dengan semen. Rumput sekitar rumah yang semula rimbun juga dipangkas habis.
“Memang rejekinya Slamet Rumput “ kata orang-orang. Semua pekerjaan itu diorderkan padanya. Slamet Satpam pun takluput ‘kecipratan’. Ia diberi order cari bahan baku kelapa dan gula pasir. Untuk membuat es krim sebanyak delapan grobag diperlukan bahan baku yang tidak sedikit. Entah kiat bisnis apa yang ditawarkan Slamet Es Krim sampai-sampai Slamet Pensiunan pun menjual ayam peliharaannya untuk menanam modal pada Slamet Es Krim. Tidak ketinggalan Slamet Sintrik sampai merelakan kulkas kesayangan istrinya ditukarkan Freser guna menyuplai es batu Slamet Es Krim.
Persis satu bulan lebih dua minggu Slamet Es Krim membeli sepeda motor. Walaupun sepeda motor itu tidak baru, orang-orang semakin yakin kalau bisnis es krim itu menggiurkan. Sebagian orang berdecak kagum. Slamet Sopir yang beberapa bulan yang lalu terpilih menjadi ketua RW dan berjiwa sosial tinggi merasa iba ketika tahu warganya yang potensial telah ikut menampung pengangguran di kampungnya.Pak RW lalu menawarkan modal dan membantu sarana usaha dengan membeli Freser. Berdasarkan data di lapangan, ternyata es batu buatan Slamet Sintrik belum mencukupi kebutuhan. Alhasil, Pak RW membantu pengadaan es batu dengan Freser barunya. Memang untuk teknisnya Pak RW tidak mau repot, maka freser itu ia seahkan ke tetangganya dengan system bagi hasil. Slamet Es Krim mengambil es batu milik Pak RW dengan harga sesuai kesepakatan. Pertimbangan Pak RW, sambil menyelam minum air. Sambil membantu warganya, ia mendapat untung dari penjualan es batu itu.
Tepat minggu ketiga bulan kedua bisnis es krim itu berjalan, mendadak istri Slamet Es Krim pamit pulang. Katanya akan menengok ibunya yang sakit. Dengan menenteng tas besar dan menggandeng anak semata wayangnya, kelihatan bergegas meninggalkan kompleks perumahan. Sejak saat itu Slamet Es Krim mulai malas bekerja. Dengan Honda barunya, ia lebih senang ‘ngalor-ngidul’. Untuk urusan es krim katanya sudah diserahkan pada kakaknya. Sugeng yang diserahi tanggungjawab juga kurang beres. Sehari dua hari masih membuat es krim. Lewat satu minggu , Sugeng tidak membuat es krim. Sugeng khawatir dengan banyaknya tetangga yang datang menanyakan setoran. Mendadak Slamet Rumput datang ke rumah.
“ Slamet mana Geng?” tanya Slamet Rumput
“ Sedang ke rumah mertuanya, mertuanya sakit” jawab Sugeng
“ Dititipi ‘dhuwit’ ngga buat saya” tanya Slamet Rumput lagi.
“ ‘Dhuwit’ apa sih? tanya Sugeng berlagak bego.
“ Ongkos ngecat dan pangkas rumput. Slamet janji minggu ini akan dibayar” ucap Slamet Rumput sedih. Agaknya order memangkas rumput lagi sepi.
Slamet Satpam tiba-tiba muncul. Dengan secarik kertas berisi catatan rekapan pembelian kelapa dan gula pasir. Sesuai janji Slamet Es Krim bahwa hari ini akan membayar lunas pesanan kelapa dan gula pasir yang sudah dikirim. Slamet Satpam pun menanyakan hal yang sama.
“ Slamet mana Geng?”
“ Sedang ke rumah mertuanya, mertuanya sakit”
“ Kapan pulang?” tanya Slamet Satpam penasaran.
“ Besok ia akan pulang”
Akhirnya dengan hati dongkol, kedua Slamet itu pun pulang. Hati kecilnya masih menyimpan harapan besok pasti urusannya beres.
Malam belum lagi kelam. Rembulan pun masih ngumpet di balik awan. Rupanya malam itu, malam terakhir Slamet Es Krim menampakkan diri di Perumahan Manggisan Sari. Belum sampai menginjakkan kaki di rumah kontrakannya, Slamet Es Krim sudah dihadang dua pemuda gondrong kampung sebelah.
“ Bajingan kamu! Mana sepeda motornya Pak Kaji?” tanya pemuda gondrong itu sambil melayangkan tinjunya bertubi-tubi ke muka Slamet Es Krim.
“ Di bengkel, aku baru saja kecelakaan. Motor itu agak rusak, jadi aku masukkan ke bengkel” jawab Slamet Es Krim sekenanya.
“ Bedebah! Bengkel mana yang kau maksud?” tanya si Gondrong satunya sambil menampar berkali-kali..
“ Bengkel Pak Amad, Sumberan”, jawab Slamet Es Krim ngawur.
Pemuda gondrongitu takpuas dengan jawaban Slamet.
“ Awas! Kalau kamu bohong! Jangan berharap kamu tetap hidup”, kata pemuda itu.
Sebelum kedua pemuda itu pergi, Slamet Es Krim dihajar sampai babak belur. Rupanya kedua pemuda itu suruhan Pak Kaji, pemilik motor yang disewa oleh Slamet Es Krim, tetapi sudah seminggu tidak dikembalikan. Dengan badan sempoyongan Slamet masuk ke rumah kontrakannya. Sugeng yang sudah tidak betah lagi ditinggal sendirian, langsung mengadakan rapat kilat. Malam itu juga Slamet dan Sugeng kabur dengan membawa barang bawaannya. Tentu saja perginya dengan langkah seribu, takut ketahuan orang. Tak ayal kabar kaburnya Slamet Es Krm tersiar seantero perumahan di pagi harinya.
“ Tadi malam Slamet Es Krim dihajar habis-habisan di samping Masjid”, kata Pak Dodi bersemangat.
“ Kok Pak Dodi tahu?”, tanya yang lain.
“ Aku lihat dari jendela, tetapi ngga berani keluar’’ lanjut Pak Dodi agak ketakutan.
“ Lha, Slamet sekarang mana?”
“ Ngga tahu! Coba kita lihat rumahnya”
Ternyata rumah itu kosong. Slamet dan Sugeng telah kabur ketika pagi buta. Karuan saja banyak orang tertegun. Perasaan kesal, sedih, marah, daan malu bercampur aduk jadi satu. Berpuluh-puluh orang berkerumun di sekitar rumah bercat biru itu. Dengan bongkar paksa, pintu belakang dapat dibuka.
“ Kurang ajar! Pencoleng kau rupanya Met!”’ teriak Slamet Pensiunan kesal.
“ Emangnya Mbah Slamet ada urusan apa dengan Slamet Es Krim?” tanya Bu Dodi penasaran.
“ Ya, urusan bisnis, aku sudah ‘ urun’ modal Rp.500.000,-. Baru dapat setoran empat kali sepuluh ribu, ee….malah sudah ‘minggat’.
Karena tidak ada barang yang berharga sama sekali, Mbah Slamet Pensiunan akhirnya mengambil satu gerobag yang bergelimpangan di belakang rumah. Demikian juga Slamet Satpam, ikut menyikat gerobag untuk mengganti uang gula pasir dan kelapa yang ditilep Slamet Es Krim. Orang ketiga yang berkepentingan adalah Slamet Sintrik. Rupanya Slamet Sintrik pun tertipu dengan bisnis es krim yang ditawarkan Slamet.
“ Sialan, kupikir dia orang baik-baik. Ternyata memang bajingan “ gerutunya pelan.
Slamet Sintrik pun mengambil gerobak es satu. Kasihan memang. Slamet Sintrik tidak saja tertipu dengan membeli freser untuk menyuplai es batu. Namun, ia juga menitipkan modal lima ratus ribu rupiah. Ditambah lagi pasokan esnya yang dua hari berturut-turut belum dibayar. Slamet Rumput pun tiba-tiba muncul akan mengambil uang cat dan pangkas rumput. Namun, ia hanya bisa melongo ketika rumah bercat biru itu ditinggal penghuninya. Slamet Rumput lalu nekat mengambil kasur ‘ bodhol ‘ barang satu-satunya yang masih bisa dipakai. Tiba-tiba datang dua pemuda gondrong mengendarai sepedha motor.
“ Apakah Slamet ada Mas?” tanya salah satu pemuda itu.
“ Sudah pergi” jawab orang-orang bersamaan.
“ Apakah ada sepeda kumbang di dalam?” tanya satunya lagi.
“ Ngga ada! Ngga ada apa-apa, tinggal dua gerobag saja di belakang”, kata Pak Dodi yang sejak tadi larut bersama banyak orang.Kontan saja dua buah grobag itu diangkut pulang. Baru sampai di tikungan depan Masjid dua pemuda tadi berpapasan dengan Sabar putra Pak Dodi yang baru saja pulang dengan sepeda kumbangnya.
“ Lho Mas! Itu sepeda siapa?”
“ Sepeda saya!” jawab Sabar mantap.
“ Sudah lama belinya?”
“ Baru satu minggu yang lalu”
“ Beli di mana?” tanya pemuda itu curiga.
“ Beli dari Slamet”, jawab Sabar dengan jujur.
“ Kalau begitu, maaf ya Mas. Sepeda ini saya bawa. Sepeda ini punya saya. Seminggu lalu dipinjam Slamet,e…ternyata dijual”.
Sabar Cuma bisa melongo. Sepeda baru seharga dua ratus ribu rupiah lenyap begitu saja. Yang lebih tercengang lagi adalah Pak Dodi. Pak Dodi tidak mengira kalau anaknya juga ikut tertipu oleh Slamet si keparat itu. Makin siang suasana makin ramai Banyak Slamet-Slamet lain yang merasa tertipu oleh ulah Slamet Es Krim termasuk pemuda utusan Pak Tohir Toko Material. Kedatangannya akan menagih uang semen dan kapur yang dipesannya beberapa waktu yang lalu. Jadi, ketika Slamet mengecat tembok dan memplester halaman depan itu barang-barang masih ngutang.
“ Gila benar!” teriak orang-orang.
“ Masak orang sekampung tertipu semua” yang lain menimpali.
“ Yang mendorong gerobag itu juga belum pada dibayar” kata Bu Ana keras.
Semakin lama semakin banyak orang yang mendatangi rumahnya Slamet. Alias, semakin banyak orang sadar atas kebodohannya selama ini. Betapa mudahnya mereka ditipu daya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, si penipu telah kabur. Dari balik jendela rumahku yang persis di depan rumah kontrakan Slamet Es Krim, aku hanya dapat mengelus dada.
“ Slamet…..Slamet…..” puji syukurku kepada Tuhan. Memang Slamet Es Krim pernah menawarkan bisnis es krim tersebut padaku. Tapi aku tidak percaya. Pak RW yang datang belakangan juga bergumam,
“ Slamet….Slamet!” sambil geleng-geleng kepala, “ Masak uang hampir sepuluh juta lenyap begitu saja”. Pak RW jadi ingat ketika diusulkan akan didirikan Koperasi Simpan Pinjam banyak warga yang tidak setuju. Alasannya jangankan untuk modal koperasi, untuk makan saja susah. Tapi ketika Slamet Es Krim menawarkan bisnis es krim, tanpa pikir panjang banyak yang tergiur. Agaknya ada penyakit sosial yang diderita warga. Sebagian besar warga Manggisan Sari lebih senang ‘ ongkang-ongkang ‘ tetapi ‘duwit’nya berkembang. Bukankah lebih baik buat modal sendiri atau mendirikan koperasi?
Orang terakhir yang datang adalah perempuan paruh baya dengan diantar colt bak terbuka, perempun itu turun dan mendekati orang berkerumun. Ia pun mencari Slamet menagih uang sisa modalnya yang belum terbayar. Perempuan yang ternyata ‘ juragan kayu ’ dari Kali Panas itu rupanya punya aset yang paling besar, yakni dua juta rupiah. Makanya ia berani menarik gerobag milik Slamet Es Krim sebanyak tiga buah. Gerobag itu sudah diambil jauh sebelumnya karena perempuan itu telah mencium gelagat yang tidak baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar