Jumat, 20 Januari 2012

Kisah Sang Nenek


Rasanya tak tega untuk menuliskan cerita mungil kali ini. Yah, nenek-nenek sekitar 60-an tahun Kamis, 19 Januari lalu kecopetan di bus Jurusan Purwokerto.  Kebetulan nenek tersebut bepergian sendirian. Kata nenek, beliau habis mengunjungi putranya yang tinggal di Temanggung. Mungkin sudah biasa atau kebetulan putranya tidak bisa mengantar, nenek yang nampak sehat dan segar itu menempuh perjalanan untuk menengok putra lainnya yang tinggal di Slawi.
Mungkin sudah nasib si Nenek. Bus yang ditumpanginya berhenti di daerah Selomerto, Wonosobo. Ternyata bus tersebut lagi nunggu bus jurusan Wonosobo-Purwokerto untuk memindahkan penumpang. Jadilah seluruh penumpang bus itu pindah ke bus yang kebetulan aku tumpangi. Wah, penuh sesak akhirnya. Si Nenek mendapat tempat duduk di antara jok belakang  sopir membelakangi kemudi. Nggak tahu kapan dompet, hp, dan barang lain di tas Nenek dikuras. Tahunya saat Nenek mau mengambil sapu tangan di tas, tas sudah kosong kecuali sapu tangan yang dimaksud. Kontan nenek teriak kalau kecopetan. Kira-kira perjalanan baru mau masuk Klampok. Beberapa penumpang lain yang peduli   mengibur Nenek yang terus menangis tersedu-sedu. Ada yang menghibur, “Sudah lah Nek, Nenek itu sedang diuji oleh Alloh. Sudah diikhlaskan saja, nanti dapat gantinya yang lain”. Sopir pun ikut berkomentar, “ Tadi itu lho Nek, yang naik bareng-bareng saat pindah bus, copetnya ada kalau delapan orang. Sudah pada turun tadi”. Ibu-ibu yang lain langsung nyerobot, “ Lha tahu copet kok dinaikkan ta!” ujar Ibu-ibu ikut sewot. Kondektur pun tak mau ketinggalan, “ Lha, gimana mau nglarang naik, orang naiknya langsung berdesakan sama penumpang pindahan dari bus  besar tadi” kata kondektur membela diri. Si Sopir juga ikut menguatkan, “Tapi, kalau bus Wonosobo-Purwokerto sudah tidak ada copetnya kok, sudah ditembaki kakinya sama polisi, sampai bolong-bolong”.
Si Nenek tetap tidak berhenti menangis, malah semakin tersedu-sedu. Kata Nenek, di dompetnya banyak surat-surat penting, buku tabungan, kartu ATM, dan sedikit perhiasan. Nenek takut kalau uangnya yang di rekening dikuras habis karena ATMnya ikut diambil. “ Nggak usah khawatir Nek! Walaupun pegang ATM kalau tidak tahu no PIN-nya tidak bisa diambil. Nanti kalau sampai ke Slawi, suruh putranya lapor ke Bank biar diblokir” kata Sopir menghibur. Nenek tetap menangis, kami baru sadar kalau Si Nenek bingung mau naik bus berikutnya pakai apa, orang dhuitnya habis semua.
Akhirnya, spontan kami yang peduli memberi Nenek uang seikhlasnya. Barulah Si Nenek berhenti menangis, dan takhenti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada kami yang membantunya barang sedikit. “ Kirain di Jakarta aja banyak orang jahat, di daerah ternyata ada orang jahat juga ya?” begitu komentar Nenek denganku yang kebetulan jadi duduk bersebelahan. “ Iya Nek, di mana pun kita musti hati-hati. Ngga di kota besar saja, di kota kecil pun kita harus tetap hati-hati”. Akhirnya, bus sampai terminal Purwokerto. Nenek lalu pindah ke bus Jurusan Tegal. “Hati-hati ya, Nek! Semoga selamat sampai Slawi”

Tidak ada komentar: