Siapa
sih yang tidak kenal dengan Garin Nugroho? Sutradara kenamaan Indonesia yang
karyanya telah mendapat banyak penghargaan internasional. Baru-baru ini
beberapa film yang disutradarainya tayang di Dieng Cinema, Wonosobo dalam tajuk
Pekan Film Garin Nugroho. Film berjudul Soegija, Rindu Kami Padamu, Anak Seribu
Pulau, dan Under the Tree tayang
berturut-turut mulai tanggal 18 s/d 21 Desember 2012 di Dieng Cinema mulai jam
16.00 WIB. Bahkan pada hari Jum,at, 21 Desember 2012 pengunjung diberi kesempatan untuk berdialog secara
langsung dengan Garin Nugroho.
Yah, “Bincang-Bincang Budaya“ adalah tema dialog
interaktif dengan sutradara yang filmnya menjadi alat ukur festival film ini.
Film
Soegija ditayangkan ulang pada bagian awal sebagai bahan pancingan dialog
budaya. Film yang masa syutingnya mencapai 28 hari dan bercerita tentang
perjuangan Soegija melawan penjajah waktu Perang Pasifik 1940-1949 melalui
artikel yang dikirimnya ke media asing ini benar-benar memberi pencerahan. Betapa
perlunya kedewasaan berpikir dalam nuansa bangsa dengan multi budaya dan agama.
Film tentang pahlawan nasional sekaligus uskup pribumi pertama di Indonesia,
Mgr. Albertus Soegijapranata, ini tidak lagi dibuat sebagai karya sinematografi
yang sulit dipahami namun dirancang agar akrab dengan remaja dan anak-anak usia
SD. “Film ini ramah hiburan agar anak-anak dan remaja saat ini tahu bahwa
Indonesia pernah punya pemimpin yang mengutamakan kemanusiaan. Bukan cuma
menjadikan isu kemanusiaan sebagai wacana belaka, "Seperti yang terjadi
pada pemimpin saat ini" kata Garin seperti dikutip pada http://www.tempo.co. Garin
berharap Dieng Cinema bisa menjadi ruang publik bagi masyarakat Wonosobo dalam
berbagai aktivitas yang mampu membangun peradaban baru yang lebih baik.
“ Buat
terobosan untuk memaksimalkan Dieng Cinema dengan berbagai agenda, seperti
untuk pertunjukkan apa saja, nonton bareng bola, kurus menggambar/menulis,
menjadi ruang bersama, tempat shering antar komunitas, dan sebagainya” kata
Garin bersemangat. “Caranya dengan membuat program tahunan bertepatan dengan
libura sekolah, atau saat peringatan hari-hari besar” imbuh Garin. Intinya,
ruang publik perlu diadakan ebagai upaya dialog antar komunitas. Berkumpul dan
berdialog itu perlu karena, menurut Garin, “Kalau kita berkumpul, otak kita
tidak akan tumpul. Kalau kita berbincang, kita tak akan picang. Kalau kita
berbagi, hidup kita menjadi wigati (penting)”.
Dialog
bersama Garin semakin hangat ketika ada lima orang penanya yang terketuk dengan
paparan Garin tentang dunia perfilman, seni dan budaya, perlunya dialog antar komunitas, pentingnya ruang publik. “Membentuk
suatu komunitas masyarakat itu perlu strategi pendewasaan dan pencerahan” tegas
Garin di akhir dialog sekitar jam 17.00 WIB.
Sebelum melanjutkan agenda dialog
di Alure Wonosobo dan Warung Coffepaste, Garin melayani wawancara dengan
berbagai media seperti Taman Plaza, Wonosobo Ekspress, Radio Citra FM, Wartawan
Yunior MI Sudagaran, dan lain-lain serta foto bersama beberapa anggota
komunitas di wilayah Wonosobo. Dialog Budaya ini juga dimeriahkan dengan
penampilan kesenian tradisional asli wonosobo “Koangan” dan salah satu band di
Wonosobo. (Eko Hastuti)
2 komentar:
wah, sungguh beruntung bisa berbincang langsung dg sutradara kenamaan ini, bu eko. boro2 berdialog, ketemu dg orangnya saja, saya malah belum pernah, bu, hehe ....
Iya Pak, itu juga kebetulan saja. Mungkin,saya sedang beruntung. makasih tanggapannya, membuat tersanjung nih he..he..
Posting Komentar