Kamis, 22 November 2012

Sepercik Aroma Abu Merapi


I
Kamis malam menjelang pagi
Gelegar gemuruhmu membuncah
Getar kaca jendela dan pintu berpacu dengan detak jantung
Dan nafas nan kian memburu
Dada membubung pengap oleh aroma debumu
Hidung pengar, mata perih
Hati pedih

Tak ada lagi cahaya
Tak ada lagi nyala bolam karena listrik padam
Gelap gulita
Bayang-bayang pohon dan  rumah
Menyatu dengan pekat asap tebalmu yang terus
Menyembul, mengepul, dan menyelimuti
Bumiku yang merintih
Sedih

Saat subuh tiba
Laki perempuan, tua muda
Tunggang langgang
Menerobos jalan penuh kayu berserakan
Menunduk, menyibakkan daun penuh debu
Sambil menahan nafas yang tersengal
Sambil menenteng tas seadanya, bekal pergi entah kemana
Sambil menahan gemetar di kaki dan tangan
Melangkah gontai
Menunju pengungsian
Sebuah tempat yang tak diinginkan


II

Di antara perempuan – perrempuan itu

Ada ibu dan adik bungsuku

Tercekat leherku, seakan terhenti detak jantungku

Saat mereka berlari gontai

Dalam gelap dalam takut dalam pengap

Aku terpaku di depan TV menyaksikan

Bencana Merapi yang tak pelak lagi

Menyambar semua, membakar semua, menerjang apa saja
Awan panasmu, debu abumu, banjir laharmu, banjir dinginmu
Sungguh mencekam

Ya...Alloh lindungi ibu dan adikku
Lindungilah saudara – saudaraku

Ampuni dosa – dosa kami

Hentikan bencana ini

III
Jum’at jam 11 siang
Rasanya jarum jam lambat berdetak
Roda mobil pun pelan berputar
Berpacu dengan debu Merapi yang liar ke mana – mana
Laju kendaraan seperti siput merangkak di jalan
Detik-detik jam terdengar keras
Sekeras detak jantung
Sekuat doa berdengung
Memohon keselamatan keluarga yang ngungsi entah ke mana
Wonosobo – Magelang seperti perjalanan panjang
Semakin dekat semakin pekat debu menempel
Semakin cepat semakin tergelincir roda mobil
Jalan penuh debu abu yang berubah jadi lautan lumpur
Terguyur hujan gerimis
Licin
Pemandangan ke segala penjuru putih
Pohon-pohon tumbang
Ranting patah
Daun-daun kering
Tak nampak sepetak pun padi menguning
Ke mana tanaman kobis, kacang, bunga kol, terong, buncis, cabai, tobat
Yang menjadi IKON Magelang dengan sayuran yang segar dan hijau?
Semua lenyap terkubur abu Merapi dalam sekejab
Perjalanan ke Blabak Magelang bak berjuang di medan perang
Terperosok, tergelincir, tercekat, dan terengah-engah napas menahan dada yang semakin payah
Jalan sepi, rumah-rumah seperti tak berpenghuni, warung-warung tak beroperasi
Sepi dan sunyi
Alhamdulillah, ibu dan adikku menyembul dari lorong rumah
Di belakang pabrik kertas Blabak yang menyimpan sejarah
Terimakasih ya Alloh telah Kau lindungi keluargaku
Semoga Kau lindungi pula saudara-saudaraku


IV

Seminggu rasanya setahun

Menunggu bahaya Merapi menurun

Sawangan dalam radius 15 km tidak aman

Menahan gelisah tuk menengok saudara-saudaraku

Mendengar cerita, menampung  derita yang pasti akan tercurah

Saat bersua

Saat berbagi cerita

Saat berkeluh kesah

Mungkin dapat membantu mengurangi beban

Walau beban hidup semakin berat

Melihat sawah kering

Padi tak menguning

Tanaman layu, sebagian piaraan mati

Nira tak lagi keluar
Kelapa jatuh belum waktunya

Daun-daun ...ah...

Semua nyata saat kami bersua

Saudara-saudaraku, maafkanku................

Yang tak bisa berbuat banyak tuk meringankan bebanmu

Terimalah sedikit rezeki

Dari saudara-saudaraku di rantau

Tetaplah berjuang tuk menggapai mimpi

Yang terhenti sesaat oleh Merapi

Bangkitlah mengolah sawah

Jangan menyerah!

Wonosobo, Medio November 2010

Tidak ada komentar: