Menghidupkan Panggilan Jiwa dalam Menulis Puisi
Menulis puisi pada dasarnya adalah panggilan jiwa. Panggilan jiwa ini ada yang sudah merupakan gift dan ada dalam diri penyair sejak awal serta bersifat alamiah. Tetapi, panggilan jiwa ini pun bisa dihidupkan, dengan;
intens membaca karya-karya sastra
berada dalam lingkungan dan jaringan penulis (puisi)
menghadiri berbagai peristiwa kesenian, dan lain-lain.
Membangkitkan Pengalaman Puitik
Menulis puisi harus lahir dari pengalaman puitik, yaitu suatu dorongan/desakan dari dalam jiwa penulis karena mengalami suatu pengalaman yang kental (intens). Puisi yang tidak lahir dari pengalaman ini, hanya akan berhenti sebagai versifikasi (keterampilan menulis puisi). Puisi seperti ini akan terasa kering, tanpa ruh, tanpa greget, tanpa gairah, tanpa api. Ungkapan-ungkapan yang muncul dalam puisi hendaknya lahir dari pengalaman puitik ini, bukan sekedar mengotak-atik unsur-unsur bahasa secara artifisial.
Setiap orang bisa mendapatkan dan mengalami pengalaman puitik. Caranya adalah selalu menyiapkan diri dan membuka jiwa kita, baik panca indera, perasaan, imajinasi, maupun pikiran untuk menangkap berbagai hal di sekitar, di dalam diri dan dalam kehidupan.
Menggali dan Mengolah Ide Penulisan Puisi
Segala sesuatu bisa jadi ide/bahan penulisan puisi; alam, benda-benda, cerita, mitos, legenda, nilai-nilai masyarakat, budaya, problem sosial, cinta, harapan, kekecewaan, dan masih banyak lagi. Segala sesuatu yang kita amati, hayati, dan alami dalam kehidupan adalah bahan penulisan puisi. Ide/bahan penulisan puisi itu adalah pengalaman penyair akibat persentuhannya dengan realitas (kenyataan). Pengalaman tersebut direnungkan dan diolah dengan kepribadian dan cara pandangnya sendiri, bukan dengan cara pandang umum. Puisi menjadi berharga apabila ada kekhasan dari cara pandang penyairnya.
Mengasah dan Mengolah Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Dalam penciptaan puisi, pengalaman puitik dan ide penyair dituangkan/diungkapkan dengan alat-alat puitik/unsur-unsur pembangun puisi. Seperti: diksi, pencitraan, permajasan, penyiasatan struktur, bunyi, irama, dan topografi. Semua alat puitik ini diolah dan didayagunakan semaksimal mungkin agar pengalaman yang dituangkan itu dapat diterima pembaca dengan sejelas-jelasnya.
Puisi adalah Komunikasi
Dalam puisi, penyair ingin mengkomunikasikan pengalaman dan gagasannya kepada pembaca. Tentunya agar pengalaman dan gagasan itu dapat diterima dan dipahami pembaca, penyair harus mengkomunikasikannya dengan baik. Caranya adalah dengan menggunakan alat-alat puitiknya secara jernih.
Menjaga Logika Puisi
Keliru besar jika penciptaan puisi dianggap tak melibatkan akal/pikiran /rasio. Mencipta puisi adalah mengerahkan segala daya penyair lahir batin: pikiran, perasaan, imajinasi. Ketiganya harus berjalan seimbang. Menulis puisi pada aspek-aspek tertentu mungkin dilakukan atau memerlukan suasana trance, dan unsur bawah sadar. Tetapi, pada akhirnya rasio akan mengendalikannya. Lambang-lambang misalnya, muncul karena perasaan dan imajinasi. Tetapi bagaimana memilih dan menyusunnya dalam struktur yang tepat adalah tugas rasio. Di sinilah logika berjalan. Oleh karena unsur-unsur dalam puisi bersifat multi dimensi, yang digunakan tidak hanya logika linier, tapi juga logika puitik.
Membaca Puisi
Menulis puisi pada dasarnya adalah panggilan jiwa. Panggilan jiwa ini ada yang sudah merupakan gift dan ada dalam diri penyair sejak awal serta bersifat alamiah. Tetapi, panggilan jiwa ini pun bisa dihidupkan, dengan;
intens membaca karya-karya sastra
berada dalam lingkungan dan jaringan penulis (puisi)
menghadiri berbagai peristiwa kesenian, dan lain-lain.
Membangkitkan Pengalaman Puitik
Menulis puisi harus lahir dari pengalaman puitik, yaitu suatu dorongan/desakan dari dalam jiwa penulis karena mengalami suatu pengalaman yang kental (intens). Puisi yang tidak lahir dari pengalaman ini, hanya akan berhenti sebagai versifikasi (keterampilan menulis puisi). Puisi seperti ini akan terasa kering, tanpa ruh, tanpa greget, tanpa gairah, tanpa api. Ungkapan-ungkapan yang muncul dalam puisi hendaknya lahir dari pengalaman puitik ini, bukan sekedar mengotak-atik unsur-unsur bahasa secara artifisial.
Setiap orang bisa mendapatkan dan mengalami pengalaman puitik. Caranya adalah selalu menyiapkan diri dan membuka jiwa kita, baik panca indera, perasaan, imajinasi, maupun pikiran untuk menangkap berbagai hal di sekitar, di dalam diri dan dalam kehidupan.
Menggali dan Mengolah Ide Penulisan Puisi
Segala sesuatu bisa jadi ide/bahan penulisan puisi; alam, benda-benda, cerita, mitos, legenda, nilai-nilai masyarakat, budaya, problem sosial, cinta, harapan, kekecewaan, dan masih banyak lagi. Segala sesuatu yang kita amati, hayati, dan alami dalam kehidupan adalah bahan penulisan puisi. Ide/bahan penulisan puisi itu adalah pengalaman penyair akibat persentuhannya dengan realitas (kenyataan). Pengalaman tersebut direnungkan dan diolah dengan kepribadian dan cara pandangnya sendiri, bukan dengan cara pandang umum. Puisi menjadi berharga apabila ada kekhasan dari cara pandang penyairnya.
Mengasah dan Mengolah Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Dalam penciptaan puisi, pengalaman puitik dan ide penyair dituangkan/diungkapkan dengan alat-alat puitik/unsur-unsur pembangun puisi. Seperti: diksi, pencitraan, permajasan, penyiasatan struktur, bunyi, irama, dan topografi. Semua alat puitik ini diolah dan didayagunakan semaksimal mungkin agar pengalaman yang dituangkan itu dapat diterima pembaca dengan sejelas-jelasnya.
Puisi adalah Komunikasi
Dalam puisi, penyair ingin mengkomunikasikan pengalaman dan gagasannya kepada pembaca. Tentunya agar pengalaman dan gagasan itu dapat diterima dan dipahami pembaca, penyair harus mengkomunikasikannya dengan baik. Caranya adalah dengan menggunakan alat-alat puitiknya secara jernih.
Menjaga Logika Puisi
Keliru besar jika penciptaan puisi dianggap tak melibatkan akal/pikiran /rasio. Mencipta puisi adalah mengerahkan segala daya penyair lahir batin: pikiran, perasaan, imajinasi. Ketiganya harus berjalan seimbang. Menulis puisi pada aspek-aspek tertentu mungkin dilakukan atau memerlukan suasana trance, dan unsur bawah sadar. Tetapi, pada akhirnya rasio akan mengendalikannya. Lambang-lambang misalnya, muncul karena perasaan dan imajinasi. Tetapi bagaimana memilih dan menyusunnya dalam struktur yang tepat adalah tugas rasio. Di sinilah logika berjalan. Oleh karena unsur-unsur dalam puisi bersifat multi dimensi, yang digunakan tidak hanya logika linier, tapi juga logika puitik.
Membaca Puisi
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
- Ketepatan ekspresi/mimik
Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
- Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
- Kejelasan artikulasi
Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
- Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
- Irama puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara.
- Intonasi atau lagu suara
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
- Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
- Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
- Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
A. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Macam-Macam Puisi Lama
Mantra
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
Ciri-ciri gurindam:
Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst
Berasal dari Tamil (India)
Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Syair
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
Ciri – ciri syair :
Setiap bait terdiri dari 4 baris
Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Bersajak a – a – a – a
Isi semua tidak ada sampiran
Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
4. Pantun Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
Ciri – ciri pantun :
Setiap bait terdiri 4 baris
Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
Baris 3 dan 4 merupakan isi
Bersajak a – b – a – b
Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Macam-Macam Pantun
Dilihat Dari Bentuknya
v Pantun Biasa Pantun biasa sering juga disebut pantun saja. Contoh :
Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati
v Seloka (Pantun Berkait)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
Ciri-ciri seloka:
- Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
- Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga
- Dan seterusnya
Contoh : Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan, Turun angin patahlah dahan Ibu mati bapak berjalan, Ke mana untung diserahkan
v Talibun
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Di kala katak tersepak pelita
Menarilah kuda di batu akik
Dikejar teledu terkena pahat
Jika hendak anak sempurna
Carilah di guru cerdik
Mengajar ilmu dunia akhirat
Pulau Todak lingkup merata
Sandarlah jati beri peniti
Karamkan benua alunan lubuk
Kalau hendak hidup sempurna
Hindarilah diri dari judi
Haramkan semua minuman mabuk
v Pantun Kilat ( Karmina )
Ciri-cirinya :
Setiap bait terdiri dari 2 baris
Baris pertama merupakan sampiran
Baris kedua merupakan isi
Bersajak a – a
Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Dilihat Dari Isinya
v Pantun Anak-Anak Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati Dibawa itik pulang petang Tidak terkata besar hati Melihat ibu sudah datang
v Pantun Orang Muda Contoh :
Tanam melati di rama-rama Ubur-ubur sampingan dua Sehidup semati kita bersama Satu kubur kelak berdua
v Pantun Orang Tua Contoh :
Asam kandis asam gelugur Kedua asam riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat badan tidak sembahyang
v Pantun Jenaka Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh dekat pohon mangga Elok rupanya berbini sumbing Biar marah tertawa juga
v Pantun Teka-Teki Contoh :
Kalau puan, puan cemara Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijak laksana Binatang apa tanduk di kaki
B. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru
Bentuknya rapi, simetris;
Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar puisi empat seuntai;
Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru
Berdasarkan isinya:
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita
Ciri-ciri balada
Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.
Contoh:
menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak – kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan – pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
delapan juta kanak – kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya.
………………..
Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa
Contoh:
Generasi Sekarang Di atas puncak gunung fantasi Berdiri aku, dan dari sana Mandang ke bawah, ke tempat berjuang Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru Pantoen keindahan Indonesia Yang jadi kenang-kenangan Pada zaman dalam dunia (Asmara Hadi)
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
Contoh:
Hati ini tak mampu berbohong,
Ingin hati bersamamu,
Hati ini terus bertahan,
Karena diriku mengharap semua belas kasih,
hingga kau sadari.
Tak akan pernah menyerah,
Walau terus tersakiti.
Tak akan pernah berhenti,
Meski kau tak pahami.
Bisakah Kau Sadari ?
Semua rasa ini hanya untukmu.
Bisakah Kau Sadari ?
Kesetiaan yang akan kuberikan tulus
untuk dirimu.
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Distikon- adalah sanjak 2 seuntai, biasanya bersajak sama.
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
Terzina- sajak 3 seuntai
Contoh :
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
Quatrain- sajak 4 seuntai
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
Quint- sajak 5 seuntai
Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
Sektet- sajak 6 seuntai
Contoh :
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih
Septime- sajak 7 seuntai
Contoh :
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)
Oktaf/Stanza- sajak 8 seuntai
Contoh :
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
Soneta- bentuk kesusasteraan Italia yang lahir sejak kira-kira pertengahan abad ke-13 di kota Florance.
Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Catatan : Artikel ini ditulis oleh Vanera El - Arj (pembimbing ekstrakurikuler jurnalistik SMPN 1 Wonosobo) dari berbagai sumber yang diposting di FB, grup ekskul jurnalistik smp.
5 komentar:
Ayo semangat nulis Bu Eko.. :)
Tulisan yang sangat bermanfaat, Bu, terutama ketika harus menyajikan materi menulis puisi kepada para murid.
Makasih Pak Sawali, suportnya sangat berarti bagi aktifitas menulis saya. Jujur Pak, saya sangat ngefans dengan aktifitas menulis Bapak yang tak pernah kehabisan kata, kehilangan ide, bahkan selalu mengalir deras tak terbendung. Blog Catatan Sawali Tuhusetya selalu menginsirasi dan memotivasi saya untuk menulis. Saya sering malu dengan diri sendiri yang malas menulis momen-momen tertentu yang seharusnya bisa ditulis. Herannya, saat bagi saya masih sebatas ide yang sering lewat begitu saja, saat kubuka CST (Catatan Sawali Tuhusetya) pasti sudah nongol artikelnya. Wah...hebat Pak, sering tulisan Bapak itu juga melayang-layang di kepala saya.Sekali lagi, terima kasih banyak atas kehadiran Pak Wali di sini
Buat Fadlika Dita Nurjanto, makasih suportnya. Selamat mengikuti berbagai kompetisi lomba. Selamat juga atas prestasi-prestasi yang telah diraih. Maju terus Fadli raih prestasi sebanyak-banyaknya.
Teruskan semangat menulisnya Bu, keren sekali, baca juga di penajateng
Posting Komentar